Ilustrasi mata uang digital. Foto: Medcom.id
Ilustrasi mata uang digital. Foto: Medcom.id

Nah Ini Dia! Perumusan Desain Rupiah Digital hingga Penerbitannya

Husen Miftahudin • 07 Februari 2023 12:50
Jakarta: Sebagai langkah awal, Bank Indonesia menerbitkan White Paper terkait pengembangan Digital Rupiah pada 30 November 2022. White Paper ini merupakan pemaparan awal dari Proyek Garuda, payung eksplorasi desain Central Bank Digital Currency (CBDC) Indonesia, berupa desain level atas (high-level design) Digital Rupiah sekaligus sebagai bentuk komunikasi kepada publik terkait rencana pengembangan Digital Rupiah.
 
White Paper ini menjelaskan konfigurasi desain Digital Rupiah yang terintegrasi dari ujung ke ujung, fitur desain Digital Rupiah yang memungkinkan pengembangan model bisnis baru, arsitektur teknologi Digital Rupiah, serta dukungan perangkat regulasi dan kebijakan terhadap implementasi desain Digital Rupiah.
 
Desain digital rupiah

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Mengutip White Paper, ada tiga prinsip dasar yang perlu diperhatikan bank sentral dalam mendesain CBDC (uang digital yang penerbitan dan peredarannya dilakukan bank sentral), yaitu tidak boleh mengganggu stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan (no harm to monetary and financial stability), mampu hidup berdampingan dan melengkapi dengan berbagai jenis uang yang sudah ada (coexistence and complementarity of public and private money), serta mendorong inovasi dan efisiensi (promotion of innovation and efficiency).
 
Digital Rupiah diharapkan mampu memenuhi fungsinya sebagai alat tukar, penyimpan nilai, dan satuan hitung, serta jangkar moneter bagi uang digital lainnya di NKRI. Implementasi pengembangan Digital Rupiah dilaksanakan sejalan dengan amanat UUD 1945 serta memerhatikan peraturan perundang-undangan lainnya, selaras dengan program pemerataan pembangunan pemerintah, dan dilaksanakan secara kolaboratif dengan seluruh pemangku kepentingan.
 
Menentukan konfigurasi desain yang tepat menjadi salah satu bagian paling penting dalam penerbitan Digital Rupiah. Konfigurasi desain Digital Rupiah terdiri dari lima elemen utama, yaitu penerbitan, distribusi dan pencatatan transaksi, akses, ruang lingkup dan keterhubungan, serta infrastruktur dan teknologi.
 
Penerbitan
 
Digital Rupiah akan diterbitkan dalam dua jenis, yaitu Digital Rupiah wholesale (w-Digital Rupiah) dan Digital Rupiah ritel (r-Digital Rupiah) yang akan dikembangkan dengan pendekatan terintegrasi dari ujung ke ujung dari wholesale ke ritel.
 
Pengembangan akan dimulai dengan w-Digital Rupiah pada tahap awal, yang menjadi fondasi dari tahapan pengembangan Digital Rupiah secara menyeluruh (r-Digital Rupiah dan w-Digital Rupiah). Dengan pendekatan terintegrasi tersebut, Digital Rupiah diarahkan untuk dapat ditransaksikan, baik di pasar wholesale maupun ritel barang dan jasa, sekaligus memperbesar efektivitas pengadopsiannya.
 
"Penggunaan w-Digital Rupiah pada pasar wholesale diharapkan mampu mendukung pengembangan pasar keuangan dan integrasi EKD (Ekonomi dan Keuangan Digital) secara nasional."
 
W-Digital Rupiah hanya dapat digunakan secara terbatas oleh pihak-pihak yang ditunjuk Bank Indonesia, layaknya rekening giro pihak ketiga di Bank Indonesia. Untuk memperoleh w-Digital Rupiah, pihak-pihak tersebut perlu mengonversi rekening gironya di Bank Indonesia.
 
Dengan demikian, penerbitan w-Digital Rupiah secara inheren hanya akan mengubah komposisi kewajiban moneter Bank Indonesia, tanpa mengubah ukuran neraca Bank Indonesia, atau dengan kata lain, memiliki dampak moneter yang netral, layaknya uang kartal fisik dan rekening giro.
 
Sedangkan R-Digital Rupiah dapat digunakan masyarakat luas layaknya uang kertas dan uang logam. Masyarakat memperoleh r-Digital Rupiah dengan cara menukar uang kertas dan logam, rekening giro atau tabungan di bank umum, atau saldo uang elektronik miliknya dengan r-Digital Rupiah melalui perantara yang ditunjuk Bank Indonesia.
 
Perantara, dalam hal ini wholesaler, kemudian menggunakan stok w-Digital Rupiah miliknya untuk memenuhi permintaan r-Digital Rupiah nasabah, baik melalui peritel maupun secara langsung. Mekanisme ini kurang lebih serupa dengan mekanisme yang berlaku pada uang kertas dan uang logam saat ini.
 
Dampak penerbitan r-Digital Rupiah terhadap neraca Bank Indonesia, bank umum, dan lembaga selain bank penerbit uang elektronik mirip dengan mekanisme konversi giro dan tabungan masyarakat di bank umum maupun saldo uang elektronik ke uang kertas dan logam.
 
Baca juga: BI akan Terbitkan Proof of Concept Digital Rupiah, Apa Itu?

 
Distribusi dan pencatatan
 
Perantara yang dimaksud mencakup wholesaler dan peritel. Wholesaler merupakan pihak yang memperoleh hak akses Digital Rupiah secara langsung dari Bank Indonesia dan berperan mendistribusikan Digital Rupiah kepada peritel dan pengguna akhir (end user).
 
Sedangkan peritel merupakan pihak yang memperoleh Digital Rupiah melalui wholesaler dan berperan mendistribusikannya kepada pengguna akhir. Bank Indonesia menetapkan (designation) pihak yang akan menjadi wholesaler.
 
Sementara itu, peritel merupakan pihak yang mengantongi izin sebagai Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dari Bank Indonesia. Dalam praktiknya, wholesaler dapat turut berperan sebagai peritel.
 
Skema distribusi Digital Rupiah merupakan gabungan arsitektur one-tier dan two-tier. Dalam skema ini, w-Digital Rupiah akan didistribusikan secara one-tier atau diperoleh langsung dari Bank Indonesia. Sedangkan, r-Digital Rupiah didistribusikan secara two-tier melalui perantara.
 
Namun demikian, dalam kondisi tertentu, Bank Indonesia dapat membuka opsi distribusi r-Digital Rupiah secara one-tier, misalnya untuk membuka akses r-Digital Rupiah pada kawasan terluar, terdepan, dan tertinggal (3T).
 
Pada skema ini, Bank Indonesia mendistribusikan r-Digital Rupiah secara langsung kepada pengguna akhir. Model ini serupa dengan skema distribusi uang kertas dan logam saat ini.
 
Wholesaler mendistribusikan Digital Rupiah kepada pengguna akhir melalui dua jalur. Pertama, jalur distribusi langsung dari wholesaler kepada pengguna akhir. Kedua, jalur distribusi tidak langsung melalui peritel sebagai perantara.
 
Dengan konstruksi tersebut, Bank Indonesia dapat memonitor posisi dan mutasi Digital Rupiah secara granular, baik pada level perantara maupun pengguna akhir. Penggunaan data granular tersebut tentunya tetap berasaskan aspek perlindungan data pribadi.
 
Model yang kemudian disebut sebagai model pencatatan hybrid ini memungkinkan Bank Indonesia untuk memiliki kendali terhadap proses pengelolaan Digital Rupiah dari ujung ke ujung dalam rangka pengendalian moneter dan sistem keuangan.
 
"Model ini juga dipandang lebih tangguh (resilient), terutama apabila sistem dari salah satu atau sebagian perantara mengalami kegagalan."
 
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
 
(HUS)



LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif