Mengutip data Bloomberg, Sabtu, 8 Agustus 2020, nilai tukar rupiah pada awal pekan ini atau tepatnya Senin, 3 Agustus, berada di level Rp14.630 per USD. Kemudian pada Selasa, 4 Agustus, nilai tukar rupiah menguat tipis ke level Rp14.625 per USD. Bahkan, pada Rabu, 5 Agustus, mata uang Garuda melonjak tajam ke level Rp14.550 per USD.
Namun sayangnya, pada Kamis, 6 Agustus, penguatan rupiah terhenti karena harus tertekan ke levvel Rp14.585 per USD. Bahkan, mata uang Garuda harus rela kembali terhantam di akhir pekan atau pada Jumat, 7 Agustus, ke level Rp14.625 per USD. Rupiah mulai tertekan usai Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terkontraksi.
Di sisi lain, bursa saham Amerika Serikat berakhir bervariasi pada akhir perdagangan Jumat waktu setempat (Sabtu WIB), karena investor mempelajari rilis data laporan pekerjaan Juli yang baru dirilis. Di sisi lain, kasus infeksi covid-19 yang kian meningkat masih membayangi pergerakan bursa saham Wall Street.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 46,50 poin atau 0,17 persen menjadi 27.433,48. Sedangkan S&P 500 naik 2,12 poin atau 0,06 persen menjadi 3.351,28. Indeks Komposit Nasdaq turun 97,09 poin atau 0,87 persen menjadi 11.010,98.
Sebanyak delapan dari 11 sektor utama S&P 500 ditutup lebih tinggi, dengan sektor keuangan memimpin kenaikan 2,18 persen. Sedangkan sektor teknologi merosot 1,56 persen, menjadi kelompok dengan kinerja terburuk.
Sementara itu, perusahaan Tiongkok yang terdaftar di AS diperdagangkan lebih rendah, dengan semua 10 saham teratas berdasarkan bobot dalam indeks 50 Tiongkok yang Terdaftar di S&P AS mengakhiri hari dengan catatan suram.
Dolar rebound dari posisi terendah dua tahun setelah data payrolls atau angka penggajian non-pertanian AS menunjukkan 1,763 juta orang dipekerjakan pada Juli, lebih baik dari perkiraan, meski lebih rendah dibandingkan rekor kenaikan 4,791 juta pada Juni, serta karena ketegangan terbaru Amerika Serikat-Tiongkok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News