"Resiko pelemahan nilai tukar karena ada capital outflow perlu dimitigasi dengan memperketat kebijakan moneter. Tapi ini perlu dilakukan bertahap dengan sinyal dari otoritas moneter dan langkah yang prudent," kata Tauhid dalam diskusi publik daring, dikutip Rabu, 25 Mei 2022.
Sepanjang 2022 sampai 2023, pemerintah juga perlu mempercepat realisasi belanja negara agar dapat menyumbang lebih tinggi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Belanja negara yang perlu didorong terutama yang berkaitan dengan sektor produktif dan belanja modal.
Di samping itu, pada 2023 pemerintah dinilai perlu memotong belanja kementerian dan lembaga yang tidak produktif dan mengubah mekanisme subsidi energi agar lebih tepat sasaran.
"Misalnya LPG 3 kilogram dibiarkan dibebaskan mengembang subsidinya bahkan bisa jauh lebih buruk di 2023 karena tidak ada upaya reformasi ketidaktepat sasaran, termasuk Pertalite yang subsidinya tidak hanya dinikmati kelompok bawah, tapi dinikmati seluruh masyarakat," terang dia.
Pasalnya, diperkirakan harga komoditas pangan dan energi masih tinggi pada 2023 mendatang karena blokade terhadap Rusia tetap dilakukan oleh berbagai negara. Hal ini menyebabkan subsidi energi yang disalurkan pemerintah berpotensi meningkat.
Tekanan terhadap APBN pun semakin besar karena pada saat yang sama pemerintah harus membayar utang dan bunga utang jatuh tempo yang diperkirakan mencapai Rp366 triliun pada 2023.
Karena itu, ke depan pemerintah juga dinilai perlu memperbaiki perekonomian dan tata kelola investasi agar suku bunga obligasi Indonesia tidak terlalu tinggi.
"Peran pemerintah cukup kredibel untuk menjaga perekonomian, termasuk menjaga aliran investasi," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News