"Jadi sustainable project (proyek berkelanjutan) itu baik lingkungan atau sosial, itu memang masih relatif terbatas karena dinilai less profitable (kurang menguntungkan). Ini memang anggapan umum kalau bicara jangka pendek," katanya dalam FGD "How to Build Ecosystem of Sustainable Investment for Global Recovery" yang dipantau secara daring, Rabu, 13 April 2022.
Andry menuturkan faktor ekonomi tidak dipungkiri memang menjadi faktor utama investor dalam menanamkan modalnya. Oleh karena itu, sangat wajar jika investor begitu masuk langsung melihat berapa imbal hasil yang bisa diraupnya, apakah menarik dibandingkan investasi yang konvensional.
Tantangan lainnya, lanjut Andry, yakni struktur pembiayaan khusus yang dibutuhkan untuk investasi berkelanjutan. Menurut dia, faktor tersebut akan membuat investor perlu berpikir dua kali untuk bisa berinvestasi di sektor-sektor berkelanjutan.
"Kalau kita lihat sustainable project, apakah yang terkait environmental project, itu membutuhkan teknologi baru, large capital (modal besar), long term financing (pembiayaan jangka panjang) sehingga membutuhkan special financing structure dibanding yang konvensional. Ini kemudian yang memang bisa menjadi tantangan jangka pendek," bebernya.
Di sisi lain, investasi berkelanjutan juga sangat membutuhkan dukungan pemerintah berupa insentif. Tantangan terakhir, identifikasi aset yang membutuhkan sistem informasi yang mumpuni. Khususnya di Indonesia, sistem informasi akan aset untuk pengelolaan investasi berkelanjutan masih sangat terbatas sehingga menjadi tantangan pengembangan investasi berkelanjutan.
"Berikutnya, asset identification. Kalau dilihat di sini untuk hal ini perlu ada sistem informasi. Nah di Indonesia ini masih relatif terbatas," pungkas Andry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News