Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan perlambatan pertumbuhan M2 tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan seluruh komponennya. Baik uang beredar dalam arti sempit (M1), uang kuasi (dana simpanan masyarakat di perbankan), maupun surat berharga selain saham.
"Pertumbuhan M1 melambat dari 9,7 persen (yoy) pada Mei 2020 menjadi 8,2 persen (yoy) pada Juni 2020, disebabkan oleh perlambatan giro rupiah," ujar Onny dalam siaran pers yang dikutip dari laman resmi Bank Indonesia, Kamis, 30 Juli 2020.
Adapun, uang kuasi yang memiliki pangsa terhadap M2 sebesar 74,1 persen dengan nilai sebesar Rp4.735,0 triliun, tumbuh melambat dari 10,5 persen (yoy) pada Mei 2020 menjadi 8,1 persen (yoy). Hal ini seiring dengan perlambatan tabungan dan giro valuta asing (valas).
Sejalan dengan hal tersebut, surat berharga selain saham juga melambat, dari 37,5 persen (yoy) pada Mei 2020 menjadi 31,4 persen (yoy) pada Juni 2020. "Ini terutama didorong oleh penurunan kewajiban akseptasi pada perusahaan korporasi non finansial dalam rupiah," paparnya.
Berdasarkan faktor yang memengaruhi, perlambatan M2 pada Juni 2020 disebabkan oleh perlambatan aktiva luar negeri bersih dan penyaluran kredit. Aktiva luar negeri bersih Juni 2020 tumbuh sebesar 12,1 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 18,2 persen (yoy).
"Disebabkan oleh perlambatan tagihan sistem moneter kepada bukan penduduk sejalan dengan penurunan valuasi aset luar negeri berdenominasi valas karena penguatan nilai tukar," ucap Onny.
Di sisi lain, penyaluran kredit pada Juni 2020 menunjukkan perlambatan, dari 2,4 persen (yoy) pada Mei 2020 menjadi 1,0 persen (yoy). Perlambatan terjadi pada kredit produktif, yakni kredit modal kerja serta kredit investasi.
"Sementara itu, keuangan pemerintah tercatat ekspansi, yang tercermin dari peningkatan tagihan bersih kepada pemerintah pusat, dari 11,0 persen (yoy) pada Mei 2020 menjadi 43,0 persen (yoy) pada Juni 2020," tutup Onny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News