"Indonesia harus mampu menorehkan berbagai perkembangan dan kemajuan di dalam perek syariah dan keuangan syariah sesuai dengan semakin tingginya aspirasi masyarakat untuk mendapatkan instrumen keuangan yang berbasis syariah," ujar Sri Mulyani dalam seminar virtual Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Kamis, 15 Juli 2021.
Adapun total aset keuangan syariah, tidak termasuk saham syariah, hingga Maret 2021 telah mencapai Rp1.862,7 triliun. Hal tersebut menandakan bahwa aset keuangan syariah nasional tumbuh cukup kuat, karena porsinya telah meningkat menjadi 9,96 persen dari seluruh total aset industri keuangan Indonesia.
Sementara itu, lanjutnya, aset saham syariah juga menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2021 telah mencapai Rp3.372,2 triliun. Angka ini berarti 47,32 persen dari total kapitalisasi indeks harga saham Indonesia.
"Meskipun demikian, kapitalisasi kalau dilihat dari aset sukuk korporasi dan reksa dana syariah masih tergolong rendah," ungkap Sri Mulyani.
Per 25 Juni 2021, posisi outstanding sukuk korporasi hanya sebesar Rp32,54 triliun dengan market share sebesar 7,44 persen. Sedangkan reksa dana syariah secara nominal nominalnya hanya Rp39,75 triliun dengan market share 7,28 persen.
"Dengan basis yang masih kecil itu tentu diharapkan perkembangan bisa terus berlanjut. Untuk itu diperlukan pengembangan pasar modal syariah dengan meningkatkan kedalaman dan likuiditas sektor keuangan syariah," tegas dia.
Dalam konteks ini pemerintah bersama OJK dan Bank Indonesia (BI) terus bekerja sama dan berkomitmen mengembangkan pasar keuangan syariah dan mengupayakan kebijakan serta regulasi, termasuk menciptakan instrumen agar pasar modal syariah dapat tumbuh stabil dan berkelanjutan
"Tentu ini artinya bisa memberikan ruang berinvestasi yang semakin luas bagi masyarakat Indonesia," tutup Sri Mulyani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News