Mengutip data Bloomberg, Kamis, 26 September 2024, rupiah hingga pukul 9.30 WIB berada di level Rp15.155 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 53 poin atau setara 0,35 persen dari Rp15.102 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp15.159 per USD, turun 65 poin atau setara 0,43 persen dari Rp15.094 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan kembali menguat.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.000 per USD hingga Rp15.120 per USD," ujar Ibrahim dikutip dari analisis hariannya.
Baca juga: Dolar AS Libas 6 Mata Uang Dunia |
Menanti dampak pelonggaran moneter
Diketahui, Bank Indonesia (BI) telah memutuskan memangkas suku bunga acuan (BI Rate) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) September 2024 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,0 persen. Keputusan tersebut merupakan bentuk transformasi kebijakan moneter dari bersifat pro-stability menjadi pro-growth.
Alasan penurunan suku bunga adalah probabilitas yang makin jelas soal penurunan suku bunga bank sentral AS atau Federal Funds Rate (FFR) pada bulan ini. Sehingga dengan percaya diri, meskipun FFR belum turun ketika RDG BI berlangsung, para pejabat BI memutuskan memangkas BI Rate terlebih dahulu.
Kemudian, dampak daripada probabilitas pemangkasan FFR pada bulan ini diyakini akan berimbas pada stabilitas nilai tukar rupiah. Sehingga, alasan BI sebelumnya yang mempertahankan suku bunga karena alasan stabilitas nilai tukar rupiah menjadi teralihkan. Inflasi yang stabil, dan diperkirakan bergerak di kisaran 2,5 plus minus satu persen pada 2024 dan 2025.
"Yang terpenting adalah peran kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika sebelumnya, kebijakan BI yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah makroprudensial dan sistem pembayaran, kali ini juga didorong oleh kebijakan moneter," kata Ibrahim.
Dengan dorongan dari kebijakan moneter berupa pemangkasan BI Rate ini, menurut dia, diharapkan bisa mendorong kredit lebih lanjut di perbankan. "Sehingga mampu mendorong pembiayaan, serta pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan," papar Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News