Ilustrasi. FOTO: MI/ROMMY PUJIANTO
Ilustrasi. FOTO: MI/ROMMY PUJIANTO

Pekan Ini, Rupiah Masih Kalah Kuat dari Dolar AS

Angga Bratadharma • 10 April 2021 11:31
Jakarta: Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan di sepanjang pekan ini berfluktuatif dan mengakhiri akhir pekan di area negatif. Terus melonjaknya imbal hasil obligasi Pemerintah AS membuat mata uang Paman Sam 'mengamuk' sehingga mata uang Garuda turut mengalami pelemahan.
 
Mengutip Jisdor Bank Indonesia, Sabtu, 10 April 2021, nilai tukar rupiah pada perdagangan di awal pekan ini atau Senin, 5 April 2021, berada di level Rp14.533 per USD. Kemudian pada Selasa, 6 April, mata uang Garuda menguat ke posisi Rp14.519 per USD. Lalu pada Rabu, 7 April, nilai tukar rupiah kembali menguat ke level Rp14.513 per USD.
 
Sedangkan pada Kamis, 8 April, mata uang Garuda melemah ke posisi Rp14.580 per USD. Kemudian pada akhir pekan atau tepatnya Jumat, 9 April, nilai tukar rupiah bergerak stabil atau tidak berubah di level Rp14.580 per USD. Mata uang Garuda semakin sulit kembali ke level Rp13 ribu per USD seiring kian bertenaganya mata uang Paman Sam.

Sementara itu, dolar AS menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat waktu setempat (Sabtu WIB), mengupas beberapa kerugian minggu ini. Kenaikan yang lebih kuat dari perkiraan dalam ukuran inflasi AS dan Tiongkok mengangkat imbal hasil obligasi Pemerintah AS lebih tinggi.
 
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama saingannya, naik 0,10 persen menjadi 92,163.
 
"Kami melihat konsolidasi dalam dolar AS yang luas hari ini setelah seminggu mengalami kerugian karena data inflasi dari Tiongkok dan AS memicu kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS kembali aktif," kata Analis Mata Uang Monex Europe, Simon Harvey.
 
Data pada Jumat menunjukkan harga-harga produsen AS meningkat lebih dari yang diperkirakan pada Maret, menghasilkan kenaikan tahunan terbesar dalam 9,5 tahun, sesuai dengan ekspektasi untuk inflasi yang lebih tinggi saat ekonomi dibuka kembali di tengah lingkungan kesehatan masyarakat yang membaik dan pendanaan pemerintah yang besar.
 
Inflasi diperkirakan akan memanas tahun ini, didorong oleh permintaan yang terpendam dan karena angka yang lemah pada musim semi lalu keluar dari perhitungan. Harga-harga jatuh di awal pandemi di tengah penutupan wajib bisnis yang tidak penting di banyak negara bagian untuk memperlambat gelombang pertama infeksi covid-19.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan