"Saya mengharapkan pemerintah dapat mewujudkan sebuah bank syariah yang masuk ranking tiga besar. Dengan pasar yang begitu besar di negara kita, sekitar 273 juta penduduk Muslim Indonesia, seharusnya kita dapat menjadi negara terbesar se-ASEAN dalam pengelolaan bank syariah," kata Nevi, dikutip dari Antara, Sabtu, 17 Oktober 2020.
Nevi mengklaim fenomena pangsa pasar bank syariah masih akan bertahan di bawah tujuh persen dalam satu tahun ke depan. Akibatnya, ekosistem yang masih tidak menguntungkan akan terus menyelimuti dunia perbankan syariah.
“Perlu terobosan besar, yakni sebuah tindakan atau regulasi agar terjadi akselerasi industri perbankan, keuangan, dan ekonomi syariah secara luas," ujarnya.
Terdapat beberapa alternatif untuk memperkuat bank syariah. Salah satunya adalah merger bank syariah. Ia meyakini bahwa kebijakan merger ini akan berdampak pada efisiensi dan skala ekonomi. Akan tetapi kebijakan merger juga tidak serta merta langsung meningkatkan pangsa pasar bank syariah.
Kebijakan merger tetap menuntut kebijakan untuk memperbesar pangsa bank syariah. Potensi nilai total aset bank syariah hasil merger akan mencapai Rp210,5 triliun. Skala ini akan mencapai pangsa 40 persen dari total seluruh aset bank syariah. Meski terlihat sudah besar, tapi tetap ini masih jauh di bawah aset lima bank nasional terbesar.
Nevi menyarankan kepada pihak BUMN agar bank syariah di bawah naungannya menjadi mandiri tersendiri, bukan sebagai anak perusahaan. Saat ini, bank syariah masih hanya menjadi anak perusahaan bank BUMN konvensional jika tidak ditarik menjadi milik negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News