Tarif dasar 10 persen dikenakan untuk semua barang impor ke AS, sementara tarif lebih tinggi dikenakan untuk mitra dagang utama seperti Tiongkok (54 persen), Vietnam (46 persen), dan Indonesia (32 persen).
Kebijakan ini langsung mengguncang pasar. Mengutip Bibit, Rabu, 9 April 2025, Indeks saham utama AS seperti S&P 500 dan Nasdaq anjlok masing-masing -10,7 persen dan -11,4 persen hanya dalam waktu lima hari yakni dari 2 April hingga 7 April 2025.
IHSG ikut terpukul
Setelah libur panjang Idulfitri, IHSG langsung dibuka dengan penurunan tajam -9,19 persen pada 8 April 2025, sebelum akhirnya membaik dan ditutup di -7,71 persen pada sesi I.Meski terkesan dramatis, situasi ini tak perlu membuat kamu panik. Penting untuk melihatnya dari berbagai sisi.
Baca juga: Bitcoin Ambruk! Harga Kripto Anjlok Setelah Tarif Trump Dirilis |
Mengapa tarif ini berbahaya?
Trump ingin melindungi industri dalam negeri AS. Tapi strategi ini memicu reaksi keras dari negara lain. Tiongkok langsung membalas dengan tarif 34 persen untuk produk AS.Ketua The Fed, Jerome Powell, memperingatkan bahwa tarif ini bisa mendorong inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Pasar saham yang jatuh jadi salah satu refleksi kecemasan investor global.
Bagi Indonesia, dampaknya bisa terasa di sektor ekspor. Produk seperti mesin, elektronik, pakaian, dan sepatu yang dikirim ke AS akan dikenai tarif lebih tinggi. Ini bisa menekan kinerja emiten berorientasi ekspor.
Apa dampaknya ke aset investasi?
- Saham & Reksa Dana Saham: Secara jangka pendek, IHSG akan melihat sentimen negatif. Perusahaan yang bergantung pada ekspor, seperti manufaktur dan komoditasdapat menghadapi tekanan jika tarif balasan berlanjut dan permintaan AS serta pertumbuhan global melemah. Adapun dalam jangka menengah, Indonesia memiliki peluang untuk merebut pangsa pasar ekspor seiring berubahnya dinamika manufaktur dan perdagangan global.
- SBN, Obligasi FR & Reksa Dana Obligasi: Meskipun pasar saham AS turun signifikan, yield obligasi jangka pendek AS (<1 tahun) turun dari >4% menjadi ~3,8 persen. Penurunan ini juga dapat mendorong naik harga obligasi Indonesia. Namun, mengingat ketidakpastian ekonomi global, investor dapat mempertimbangkan obligasi jangka pendek yang volatilitasnya lebih rendah, seperti Obligasi FR PBS003 dan ST014-T2.
- Reksa Dana Pasar Uang: Aset ini tetap bisa menjadi safe haven untuk stabilitas dan likuiditas jangka pendek, dengan imbal hasil lebih tinggi dan pajak yang lebih rendah dibandingkan deposito bank.
Should You Panic? Absolutely Not
Kepanikan pasar bukan hal baru. Tahun 2008 IHSG sempat anjlok -62 persen, dan -38 persen saat pandemi 2020. Tapi apa yang terjadi setelah itu? Pasar bangkit dengan rebound 173 persen pada 2009 dan 66 persen pada 2021.Kuncinya adalah tetap tenang dan percaya pada fundamental investasi yang kamu pegang. Sejarah menunjukkan bahwa badai pasar selalu bisa berlalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News