Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan rupiah utamanya disebabkan oleh data inflasi AS tidak sepanas yang diantisipasi pada Juli. Kondisi ini mendorong para pedagang untuk memutar kembali ekspektasi kenaikan suku bunga di masa depan oleh Federal Reserve.
"Komentar semalam dari pejabat Fed di jalur pengetatan kebijakan membuat investor tidak yakin atas suku bunga di masa depan," ungkap Ibrahim dalam analisis hariannya, Jumat, 12 Agustus 2022.
Presiden Fed San Francisco Mary Daly mengatakan terbuka untuk kenaikan suku bunga 75 basis poin pada September, mencatat inflasi masih tetap di sekitar level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Presiden Fed Chicago Charles Evans juga mengatakan minggu ini kalau Fed perlu menaikkan suku bunga setidaknya 3,25 persen menjadi 3,5 persen pada akhir tahun, untuk memerangi inflasi. Suku bunga acuan AS saat ini antara 2,25 persen hingga 2,5 persen.
Menurut Ibrahim, komentar mereka mengimbangi optimisme atas penurunan tak terduga dalam inflasi harga produsen AS pada Juli. Ini terjadi setelah pembacaan yang menunjukkan inflasi harga konsumen AS tetap statis hingga Juli, setelah naik secara eksponensial di awal tahun.
"Sementara kedua pembacaan menyebabkan kemunduran dalam indeks dolar, investor tetap tidak yakin atas jalur kebijakan moneter AS tahun ini, mengingat ada lebih banyak data inflasi dan ketenagakerjaan sebelum pertemuan Fed berikutnya. Imbal hasil Treasury juga naik minggu ini," paparnya.
Dari dalam negeri, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkirakan dapat mencapai tingkat yang lebih rendah sekitar 3,8 persen dari proyeksi pemerintah terakhir di 3,9 persen PDB. Penyebabnya adalah kenaikan harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global menambah penerimaan negara secara signifikan pada tahun ini.
"Penerimaan negara yang meningkat tersebut memberikan ruang bagi pemerintah untuk menambah subsidi energi sehingga kenaikan harga di dalam negeri tidak setinggi di banyak negara lainnya," urai Ibrahim.
Baca juga: Lagi-lagi Libas Dolar, Rupiah Jelang Akhir Pekan Ditutup di Level Rp14.668/USD |
Pembengkakan subsidi pun tidak akan terlalu besar. Pasalnya, jelas dia, harga minyak dunia ke depan diperkirakan akan mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari harga bensin dunia yang telah turun kencang dibandingkan dengan harga minyak dunia dalam sebulan terakhir.
Adapun, Kementerian Keuangan mencatat surplus APBN telah mencapai Rp106,1 triliun per Juli 2022 atau mencapai 0,57 persen dari PDB. Capaian tersebut meningkat dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp73,6 triliun atau 0,39 persen dari PDB.
Kondisi surplus APBN pada Juli 2022 terjadi karena pendapatan negara mencapai Rp1.551 triliun dan belanja negara Rp1.444,8 triliun. Pendapatan negara tercatat tumbuh hingga 21,2 persen (yoy) dan belanja negara naik 13,7 persen (yoy).
"Keseimbangan primer pada Juli 2022 tercatat surplus Rp316,1 triliun, naik dari posisi Juni 2022 yakni Rp259,6 triliun. Selain itu, keseimbangan primer pun tercatat berbalik membaik dari posisi Juli 2021 yang masih negatif Rp143,6 triliun," terangnya.
Ibrahim memprediksi, rupiah pada perdagangan besok akan bergerak secara fluktuatif dan rupiah diprediksi ditutup masih terus menguat. "Untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp14.650 per USD hingga Rp14.720 per USD," tutup Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News