Kakeibo adalah metode mengatur keuangan yang banyak diterapkan oleh para ibu rumah tangga di Jepang. Secara harfiah, kakeibo bisa diartikan sebagai 'buku rekening untuk ekonomi rumah tangga'. Metode ini pertama kali diperkenalkan pada 1904 oleh seorang jurnalis Makoto Hani.
Kemudian dipopulerkan kembali pada 2017 oleh Fumiko Chiba dalam buku Kakeibo: The Japanese Art of Saving Money. Metode ini dapat juga diadopsi sebagai perempuan mandiri Indonesia dalam mengatur anggaran rumah tangga.
Hal tersebut disampaikan oleh Regional Head of Agency Development Sequis Fourrita Indah. Memperingati hari Kartini tahun ini, ia mengajak perempuan Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan mengatur keuangan dengan cara membuat jurnal sebagaimana yang diterapkan dalam metode kakeibo.
"Sangat penting bagi perempuan untuk mampu menata keuangan. Apalagi, saat pandemi covid-19 banyak ketidakpastian yang dapat terjadi sehingga kita harus pintar mengelola keuangan," ucapnya, dilansir dari keterangan tertulisnya, Sabtu, 1 Mei 2021.
Bagi yang sudah berkeluarga, lanjutnya, pendapatan yang dimiliki tentunya akan digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan satu keluarga sehingga perlu memiliki keahlian mengatur keuangan. Apalagi, tambahnya, perempuan Indonesia diharapkan dapat mandiri dan diandalkan sesuai cita-cita mulia Ibu Kartini.
"Kemandirian ini akan tercermin dari cara kita mengatur finansial. Jadi, tidak masalah jika kita dapat mengadopsi metode kakeibo karena cocok dengan keseharian kita," tuturnya.
Fourrita menambahkan ada yang perlu dicatat yaitu penerimaan, perkiraan kebutuhan, pengeluaran, dan jumlahnya dalam catatan harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan. Catat yang rapi sehingga bisa dibaca kembali. Dalam mencatat, harus rutin atau tidak menunda, perlu berkomitmen dan telaten. Nanti, jika tiba saat akhir bulan, lakukan evaluasi keuangan.
Untuk penghasilan, yang harus dicatat secara rutin adalah kapan dan darimana sumbernya, misalnya gaji bulanan, uang bulanan dari suami, termasuk jika ada usaha sampingan. Jika ada piutang yang diterima juga perlu dicatat. Jika berasuransi dan mendapatkan nilai tunai/manfaat/tahapan juga dicatat sebagai penerimaan
Selanjutnya, catat perkiraan jumlah kebutuhan. Agar mudah mengingat pengeluaran, bagilah ke dalam beberapa pos. Misalnya, pengeluaran primer yang sudah pasti (mencakup belanja bulanan, transportasi, cicilan rumah, cicilan kendaraan bermotor, biaya sekolah anak, tagihan listrik atau air).
Kemudian pengeluaran sekunder (belanja perlengkapan rumah, membeli pakaian, jalan-jalan), dan pengeluaran darurat (biaya ke bengkel saat kendaraan rusak, biaya ke dokter saat sakit). Dana darurat perlu dimiliki oleh setiap keluarga yang besarnya sekitar 6-12x gaji/pendapatan. Misalnya, jika gaji Rp5 juta maka dana darurat setidaknya Rp30-60 juta.
Kemudian, pengeluaran rutin setiap hari perlu juga dibuat pos. Untuk memudahkan, dapat memanfaatkan amplop sebagai tempat dana atau uang bagi masing-masing pos pengeluaran. Contohnya, amplop belanja bulanan dan amplop jalan-jalan.
"Jika isi amplop tersebut sudah dihabiskan atau kosong, jangan pernah mengambil uang dari amplop lainnya, disinilah para ibu dituntut untuk disiplin," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News