Di sisi lain, nasabah perbankan memiliki aspirasi untuk terus mengembangkan kekayaan agar dapat menikmati hidup yang lebih seimbang. Sebagai hasilnya, minat investasi yang tinggi untuk mengembangkan kekayaan terhalang keraguan dalam membuat keputusan investasi yang tepat.
Berdasarkan riset Bank DBS Indonesia kepada nasabah prioritas menunjukkan bahwa terdapat dua tipe psikografis. Nasabah tipe pertama bergerak agresif dalam memenuhi aspirasi sehingga berani mengeksplorasi peluang investasi yang berisiko tinggi.
Sementara nasabah tipe kedua cenderung pasif dalam menumbuhkan kekayaannya karena sudah merasa cukup dengan kondisi finansialnya, sehingga lebih memilih instrumen investasi yang berisiko lebih rendah.
"Keduanya memiliki kesamaan, yaitu tidak ingin bergerak secara gegabah tanpa pemikiran atau pemahaman yang matang. Kesibukan mereka sehari-hari pun menimbulkan keraguan dalam berinvestasi karena merasa kekurangan pengetahuan dalam menganalisa peluang investasi yang tepat," papar Consumer Banking Director Bank DBS Indonesia Rudy Tandjung dalam siaran pers yang dikutip Sabtu, 13 Maret 2021.
Kondisi ini sejalan dengan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019. Dalam survei tersebut, OJK menemukan bahwa tingkat literasi keuangan di Indonesia hanya sebesar 38,03 persen namun indeks inklusi keuangan Indonesia sudah mencapai lebih dari 76 persen.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menyampaikan bahwa terdapat gap yang tinggi antara literasi dan inklusi keuangan. Ketimpangan tersebut menandakan masyarakat hanya membeli produk keuangan namun tidak memahami aspek penting lainnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyampaikan bahwa persentase literasi keuangan masih dipimpin oleh perbankan sebesar 36,12 persen. Dilanjutkan oleh asuransi sebesar 19,40 persen, dana pensiun 14,13 persen, dan pasar modal 4,92 persen.
Tingkat literasi keuangan faktanya sangat memengaruhi keinginan dan kesiapan seseorang dalam berinvestasi. Sebuah lembaga riset pemasaran Inside ID pada 2018 menemukan bahwa emas masih menjadi pilihan sebagian besar masyarakat karena belum terlalu paham instrumen investasi lainnya. Kepemilikan produk investasi disusul oleh deposito (37 persen), properti (30 persen), reksa dana (22 persen), dan saham (17 persen).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News