Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana menyampaikan, RP2SI membawa tiga arah pengembangan. Di antaranya penguatan identitas perbankan syariah; sinergi ekosistem ekonomi syariah; serta penguatan perizinan, pengaturan, dan pengawasan.
"Sebagai bagian dari Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I), roadmap ini merupakan langkah strategis OJK dalam menyelaraskan arah pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, khususnya pada sektor industri jasa keuangan syariah di bidang perbankan syariah," ujar Heru dalam Launching dan Konferensi Pers Roadmap RP2SI 2020-2025 secara virtual, Kamis, 25 Februari 2021.
Heru menjelaskan arah pengembangan perbankan syariah sebelumnya tertuang pada Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019. Guna melanjutkan arah pengembangan perbankan syariah, RP2SI 2020-2025 disusun dengan membawa visi mewujudkan perbankan syariah yang resilient, berdaya saing tinggi, dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan pembangunan sosial.
Arah pengembangan perbankan syariah ini telah disusun selaras dengan beberapa arah kebijakan, baik kebijakan eksternal yang bersifat nasional seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Masterplan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia 2019-2024, maupun kebijakan internal OJK yaitu Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) dan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I).
"Sebagai bagian dari RP2I, roadmap ini merupakan langkah strategis OJK dalam menyelaraskan arah pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, khususnya pada sektor industri jasa keuangan syariah di bidang perbankan syariah," urainya.
Menurut Heru, roadmap ini penting lantaran perbankan syariah Indonesia sampai saat ini masih memiliki beberapa isu strategis serta tantangan yang perlu diselesaikan. Berdasarkan Kajian Transformasi Perbankan Syariah yang disusun OJK pada 2018, terdapat beberapa isu strategis yang masih menghambat akselerasi pertumbuhan bisnis perbankan syariah, antara lain belum adanya diferensiasi model bisnis yang signifikan, kualitas dan kuantitas SDM yang kurang optimal, serta rendahnya tingkat literasi dan inklusi.
Di samping itu, era New Normal sebagai dampak dari pandemi covid-19 telah membuat pola kehidupan sosial, masyarakat, dan ekonomi mengalami perubahan dengan semakin meningkatnya kewaspadaan yang mengharuskan menjaga jarak fisik dalam berinteraksi. Namun di sisi lain, kepedulian dalam membantu sesama semakin meningkat terutama dalam permasalahan ekonomi.
"Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi perbankan syariah untuk dapat memberikan pelayanan berbasis digital serta memenuhi kebutuhan sosial masyarakat sehingga dapat berperan dalam membangun perekonomian umat pascapandemi," ungkap Heru.
Sampai dengan September 2020, terdapat 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 162 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang berkontribusi pada pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. Adapun total aset perbankan syariah per Desember 2020 telah mencapai Rp608,5 triliun.
Pertumbuhan aset perbankan syariah ini tumbuh sebesar 13,11 persen (yoy) yang ditopang oleh pertumbuhan Pembiayaan Yang Disalurkan (PYD) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 9,08 persen (yoy) dan 11,08 persen (yoy). Dengan demikian PYD dan DPK perbankan syariah masing-masing mencapai Rp394,6 triliun dan Rp475,5 triliun pada Desember 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News