Indonesia merupakan negara berkembang pertama yang beralih ke pengawasan terintegrasi untuk sektor jasa keuangannya. Selama ini model sistem pengawasan terintegrasi baru diberlakukan oleh negara-negara maju seperti Jerman, Jepang, Inggris, Australia. Sedangkan di kawasan Asia Tenggara, baru Singapura yang memiliki lembaga ataupun regulator pengawasan terintegrasi.
"Sehingga sebenarnya ini merupakan suatu best practice yang diharapkan dapat betul-betul mengoptimalkan potensi yang ada di dalam negara terkait," kata Mahendra, dalam paparan makalahnya di fit and proper test calon Dewan Komisioner OJK, di hadapan Komisi XI DPR, dikutip dari Media Indonesia, Rabu, 6 April 2022.
Namun di lain pihak dari segi akses dan kedalaman sistem perbankan, pasar modal, dan asuransi maupun jasa keuangan syariah, capaian kinerja di dari sektor jasa keuangan Indonesia jauh lebih rendah daripada negara-negara ASEAN khususnya negara-negara ASEAN yang relatif lebih maju yaitu Thailand Malaysia Filipina, apalagi dibandingkan negara-negara G20.
Sebagai contoh untuk kinerja kredit bank pada sektor swasta Indonesia memiliki 33 persen dari PDB, sedangkan rata-rata ASEAN di atas 100 persen dan G20 juga hampir 100 persen. Untuk kinerja penempatan dana di Indonesia baru mencapai 40 persen, sedangkan rata-rata ASEAN 113 persen. Untuk kapitalisasi pasar modal di Indonesia baru 47 persen, sedangkan di negara-negara ASEAN di atas 100 persen.
Terkait dengan jasa keuangan syariah, perbankan syariah di Indonesia hanya dua persen dari total volume perbankan Indonesia, jauh berbeda dibandingkan dengan Malaysia yaitu 14 persen dan G20 29 persen yaitu untuk Arab Saudi. Sedangkan untuk akses pendanaan Indonesia empat persen, Malaysia 29 persen, dan Arab Saudi 36 persen.
"Ini menunjukkan potensinya sebenarnya sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut. Untuk itu pengawasan yang terintegrasi menjadi modalitas yang kuat dalam menjalankannya karena sudah dianggap sebagai best practice. Hanya memang pelaksanaannya harus terus diperbaiki," kata Mahendra.
Enam prioritas
Menghadapi hal tersebut, dalam kapasitas sebagai calon anggota dewan komisioner, Mahendra menyatakan prioritas mendesak yang harus segera dilakukan, pertama adalah langkah-langkah konkret dan cepat yang sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan OJK yang bersifat kolektif dan kolegial atau kolektif. Sehingga pelaksanaan pengawasan terintegrasi dan kualitas perlindungan konsumen serta masyarakat dapat ditingkatkan.
Kedua, penyesuaian struktur organisasi dan SDM yang memerlukan kekuatan di KE IKNB dan KE pasar modal, untuk segera dipenuhi, guna menjamin terlaksananya pengaturan dan pengawasan yang efektif dengan berkembangnya industri dan inovasi produk di masing-masing bidang itu.
Ketiga, pelayanan satu pintu untuk perizinan, pengesahan, dan persetujuan yang menjadi prioritas, dalam menghilangkan inefisiensi dan duplikasi yang menggerus kredibilitas institusi.
Empat, meningkatkan efektivitas pengawasan pemeriksaan penyidikan, serta tindak lanjutnya dalam bentuk keputusan yang jelas transparan dan akuntabel. Sehingga kepercayaan dan kredibilitas institusi serta penguatan ekosistem jasa keuangan Indonesia makin terjaga.
"Kami mengacu kepada beberapa kasus yang sedang ditangani saat ini maupun potensi munculnya kasus-kasus baru menunjukkan urgensi langkah ini," jelasnya.
Lima, meningkatkan kerja sama dan koordinasi yang efektif dengan lembaga regulator dan lembaga-lembaga lain yang terkait, baik dalam forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) maupun secara terpisah. Sehingga dapat mengurangi risiko dan memitigasi masalah yang dihadapi secara tuntas dan cepat.
Enam, melaksanakan sinergi penuh dengan pemerintah DPR dan lembaga-lembaga negara RI dalam menjalankan strategi nasional untuk memperjuangkan kepentingan nasional, antara lain yang sangat mendesak mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia dan mencegah middle income trap.
"Bahwa yang dimaksud bukan mempertanyakan independensi dari OJK dalam melakukan pengawasan, pengaturan, pemeriksaan, maupun penyidikan yang harus dijunjung tinggi. Tetapi karena memang ada tujuan nasional, ada strategi nasional yang tentu mencakup seluruh lembaga termasuk didalamnya OJK merupakan keputusan maupun juga tujuan bersama. Sehingga tidak terjadi seakan-akan ada negara dalam negara," pungkas Mahendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News