Jakarta: Aparat penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta mengusut tuntas adanya dugaan kasus kredit tanpa agunan oleh salah satu bank di Tanah Air. Hal itu diminta agar tidak ada kerugian dan perbankan di Indonesia bisa dengan maksimal menjalankan bisnis dengan asas kehati-hatian.
Pada konteks ini, Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) melaporkan adanya dugaan salah satu bank yang memberikan kredit kepada perusahaan tambang batu bara di Sumatra Selatan tak sesuai dengan prosedur ke Kejaksaan Agung.
"Kami menuntut dan mendesak Jaksa Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus untuk mengusut tuntas dugaan kasus pinjaman kredit tanpa agunan karena kasus ini meresahkan masyarakat dan nasabah," kata Koordinator AMPHI Jhones Brayen, dalam keterangan tertulisnya, Senin, 13 Juni 2022.
Poin-poin tuntutan yang diberikan kepada korps Adhyaksa antara lain segera melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan praktik mafia tambang di Sumatra Selatan yang merugikan para investor. Kemudian mengusut tuntas oknum mafia tambang maupun oknum lain yang diduga terlibat dalam memberikan kredit untuk usaha pertambangan.
Wakil Koordinator AMPHI Wanmali turut mendesak agar Jampidsus segera menindaklanjuti dan menelusuri kasus tersebut. "Makanya itu kami minta kejaksaan menelusuri hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian negara," kata dia.
Sementara itu, Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menilai, adanya dugaan pendanaan perusahaan batu bara tanpa agunan oleh salah satu bank di Indonesia patut dicermati. Pasalnya, kondisi itu berpotensi memunculkan persoalan baru.
"Ini bukan masalah sederhana. Industri perbankan adalah industri keuangan yang mendasarkan pada kepercayaan. Kalau masyarakat tahu begini kan khawatir mereka. Memberikan pinjaman tidak pakai jaminan atau jaminannya tidak sepadan dengan utang," kata Yenti.
Pakar Hukum Bisnis dari Universitas Airlangga Budi Kagramanto mengatakan, perbankan sepatutnya selektif dalam memberikan pendanaan atau pinjaman. Apalagi kepada perusahaan industri tambang dengan segala potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Selektif yang dimaksud, lanjutnya, adalah memperhatikan prinsip kehati-hatian atau prudential banking dalam UU Perbankan, yang kemudian memuat aspek 5C yakni character (watak), capacity (kapasitas), capital (modal), collateral (agunan), dan condition of economy (kondisi perekonomian).
"Sekalipun, prinsip kehati-hatian dipenuhi, namun bank juga harus melihat dampak panjangnya bagaimana. Makanya harus selektif, agar tidak bertabrakan dengan kebijakan pemerintah terkait lingkungan hidup," pungkas Budi.
Pada konteks ini, Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) melaporkan adanya dugaan salah satu bank yang memberikan kredit kepada perusahaan tambang batu bara di Sumatra Selatan tak sesuai dengan prosedur ke Kejaksaan Agung.
"Kami menuntut dan mendesak Jaksa Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus untuk mengusut tuntas dugaan kasus pinjaman kredit tanpa agunan karena kasus ini meresahkan masyarakat dan nasabah," kata Koordinator AMPHI Jhones Brayen, dalam keterangan tertulisnya, Senin, 13 Juni 2022.
Poin-poin tuntutan yang diberikan kepada korps Adhyaksa antara lain segera melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan praktik mafia tambang di Sumatra Selatan yang merugikan para investor. Kemudian mengusut tuntas oknum mafia tambang maupun oknum lain yang diduga terlibat dalam memberikan kredit untuk usaha pertambangan.
Wakil Koordinator AMPHI Wanmali turut mendesak agar Jampidsus segera menindaklanjuti dan menelusuri kasus tersebut. "Makanya itu kami minta kejaksaan menelusuri hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian negara," kata dia.
Sementara itu, Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih menilai, adanya dugaan pendanaan perusahaan batu bara tanpa agunan oleh salah satu bank di Indonesia patut dicermati. Pasalnya, kondisi itu berpotensi memunculkan persoalan baru.
"Ini bukan masalah sederhana. Industri perbankan adalah industri keuangan yang mendasarkan pada kepercayaan. Kalau masyarakat tahu begini kan khawatir mereka. Memberikan pinjaman tidak pakai jaminan atau jaminannya tidak sepadan dengan utang," kata Yenti.
Pakar Hukum Bisnis dari Universitas Airlangga Budi Kagramanto mengatakan, perbankan sepatutnya selektif dalam memberikan pendanaan atau pinjaman. Apalagi kepada perusahaan industri tambang dengan segala potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Selektif yang dimaksud, lanjutnya, adalah memperhatikan prinsip kehati-hatian atau prudential banking dalam UU Perbankan, yang kemudian memuat aspek 5C yakni character (watak), capacity (kapasitas), capital (modal), collateral (agunan), dan condition of economy (kondisi perekonomian).
"Sekalipun, prinsip kehati-hatian dipenuhi, namun bank juga harus melihat dampak panjangnya bagaimana. Makanya harus selektif, agar tidak bertabrakan dengan kebijakan pemerintah terkait lingkungan hidup," pungkas Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News