Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: Medcom.id/Roylinus R
Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: Medcom.id/Roylinus R

Pengawasan Regulator di Industri Keuangan Perlu Diperketat

Eko Nordiansyah • 15 Juni 2020 18:48
Jakarta: Peran dari regulator dalam mengawasi pelaku di industri jasa keuangan dinilai perlu diperketat. Terlebih, sejumlah kasus gagal bayar terjadi di asuransi jiwa maupun reksa dana, sehingga butuh pengawasan lebih baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bursa Efek Indonesia (BEI).
 
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan maraknya gagal bayar di sektor asuransi jiwa dan reksa dana lantaran banyak saham yang tercatat di BEI tidak layak investasi seperti saham abal-abal maupun saham gorengan.
 
Selain itu, salah satu sebabnya adalah target jumlah perusahaan yang harus melantai di bursa saham atau initial public offering (IPO). Menurut dia, ada banyak perusahaan yang melakukan IPO hanya bertujuan mengambil uang publik saja.

"Setelah itu perusahaan-perusahaan tersebut tidak perform. Harga sahamnya dimainkan," kata dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, 15 Juni 2020.
 
Atas hal itu, saham-saham tersebut dijadikan sarana untuk investasi lebih tepatnya untuk spekulasi bagi perusahaan asuransi dan reksa dana. Selain itu, investasi di saham-saham tersebut terindikasi 'ada main' yang merugikan perusahaan atau investor.
 
Dirinya menambahkan harga saham tersebut sangat fluktuatif, dan begitu harganya jatuh akan langsung membuat investor rugi. Bukan hanya itu, kondisi ini bisa menimbulkan kasus gagal bayar ke nasabah seperti yang terjadi pada kasus Jiwasraya atau lainnya.
 
"Jadi peran pengawas sangat penting apakah perusahaan-perusahaan yang portofolio investasinya diatur melanggar atau tidak. Tapi sayangnya, selama ini investasi spekulatif terkesan tidak terdeteksi, apakah ini kelalaian pengawas atau ada faktor X?" ungkapnya.
 
Kasus gagal bayar terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang mencapai Rp12,4 triliun, PT Asabri (Persero) Rp21,8 triliun. Sementara di reksa dana, gagal bayar PT Minna Pada Asset Management mencapai Rp6 triliun, dan di sektor koperasi ada kasus gagal bayar PT Koperasi Indo Surya sebesar Rp14 triliun.
 
"Faktor kelalaian sulit dipercaya, karena seharusnya pengawas mempunyai kemampuan yang sangat baik. Selama hukum tidak berjalan dengan baik, maka kasus seperti ini akan berlanjut terus, dan masyarakat yang menjadi korban," tutup dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan