"Kami optimistis pada September sudah bisa live trading bursa karbon," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam focus group discussion (FGD) di Denpasar, Bali, dilansir Media Indonesia, Senin, 17 Juli 2023.
Inarno menyebutkan saat ini sebagian dasar hukum adanya bursa karbon sudah ada, sebagian lagi masih dalam pembahasan yang diharapkan dapat segera dituntaskan.
Ia menyebutkan sudah ada UU Nomor 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement yang menetapkan target penurunan emisi karbon nasional sebesar 29 persen (national effort) dan sebesar 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
Baca juga: Menkeu: Penerapan Pajak Karbon Perlu Dikalibrasi Ulang |
Aturan lainnya, yakni Peraturan Presiden Nomor 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), antara lain menyebutkan perdagangan karbon dalam dan/atau luar negeri dilakukan dengan mekanisme pasar karbon melalui bursa karbon dan/atau perdagangan langsung.
Sementara itu, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan NEK menyebutkan bursa karbon merupakan bursa efek atau penyelenggara perdagangan yang telah memperoleh izin usaha dari otoritas yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sistem jasa keuangan.
Inarno juga menyebutkan adanya Peraturan Menteri ESDM Nomor 16/2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan NEK Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.
Dalam UU Nomor 4/2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan yang disahkan pada Januari 2023, unit karbon merupakan efek. UU itu menyebutkan bursa karbon hanya dapat diselenggarakan pihak yang telah memperoleh izin usaha dari OJK.
?OJK berharap penyusunan Peraturan OJK itu dapat selesai Agustus 2023 sehingga pada September dapat diluncurkan bursa karbon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News