Jakarta: Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan awal pekan ini akhirnya mengalami penguatan, setelah dalam beberapa pekan terakhir terus tergerus kedigdayaan mata uang Negeri Paman Sam.
Mengutip data Bloomberg, Senin, 24 Oktober 2022, nilai tukar rupiah terhadap USD berada di level Rp15.592 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik 40 poin atau setara 0,25 persen dari posisi Rp15.631 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Adapun rentang gerak rupiah berada di kisaran Rp15.575 per USD hingga Rp15.592 per USD. Sementara year to date (ytd) return terpantau sebesar 9,32 persen.
Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengungkapkan, pergerakan rupiah lebih banyak dipengaruhi sentimen dari global, terutama karena dolar AS terus menguat terhadap mata uang lainnya.
Rully menyampaikan, beberapa mata uang negara berkembang saat ini memang melemah signifikan, terutama yen dan poundsterling.
"Memang terjadi gejolak, ketidakpastian politik di Inggris, sedangkan yen melemah karena BoJ masih menerapkan kebijakan moneter yang ekstra longgar di tengah tren kenaikan suku bunga di negara-negara lainnya," jelas Rully.
Mengutip data Bloomberg, Senin, 24 Oktober 2022, nilai tukar rupiah terhadap USD berada di level Rp15.592 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik 40 poin atau setara 0,25 persen dari posisi Rp15.631 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Adapun rentang gerak rupiah berada di kisaran Rp15.575 per USD hingga Rp15.592 per USD. Sementara year to date (ytd) return terpantau sebesar 9,32 persen.
Baca juga: Inflasi Inggris Kembali Bertengger di Atas 10% Akibat Lonjakan Harga Pangan |
Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengungkapkan, pergerakan rupiah lebih banyak dipengaruhi sentimen dari global, terutama karena dolar AS terus menguat terhadap mata uang lainnya.
Rully menyampaikan, beberapa mata uang negara berkembang saat ini memang melemah signifikan, terutama yen dan poundsterling.
"Memang terjadi gejolak, ketidakpastian politik di Inggris, sedangkan yen melemah karena BoJ masih menerapkan kebijakan moneter yang ekstra longgar di tengah tren kenaikan suku bunga di negara-negara lainnya," jelas Rully.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News