Pada awal tahun invasi Rusia-Ukraina cukup mencengangkan meskipun dampak terbesarnya baru sangat terasa ketika Rusia merupakan sumber utama gas ke eropa serta Ukraina penghasil gandum terbesar di dunia alami gangguan supply. Rusia menyabotase kiriman gas ke Uni Eropa karena membalas sanksi pihak NATO. Ukraina tak bisa mengirim gandum ke dunia, karena invasi.
Nah, ketika negara itu berseteru krisis energi dan pangan menjadi hal yang tak bisa dilepaskan. Gangguan pasokan pangan dan minyak global sontak membuat harga migas naik diikuti dengan substitusinya seperti batubara bahkan harga minyak sempat menyentuh level tertingginya dengan mencapai USD150 per barel. Harga batu bara menyentuh level USD400 per ton.
baca juga: Lindungi Investor, BEI Siapkan Papan Pemantauan Khusus |
Kenaikan harga minyak membuat pemerintah mencabut subsidi sehingga menekan konsumsi di dalam negeri. Untuk merespon kenaikan harga minyak, pemerintah menaikan harga pertalite hingga pertamax. Kenaikan harga sangat sensitif ditengah pemulihan roda ekonomi pasca pandemi covid 19. Hal ini menekan kinerja saham konsumer sehingga masih laggard di IHSG.
Beruntung indonesia memiliki kekayaan Sumber Daya Alam yang besar seperti batu bara, nikel, CPO serta Timah yang membuat ekspor indonesia relatif aman di tengah krisis energi dunia. Hal ini juga menyelamatkan IHSG yang sempat jatuh ke level 6597 untuk menembus ke level 7200, sebelum turun lagi. Kenaikan IHSG karena ditopang pergerakan saham-saham sektor energi.
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi diikuti dengan kenaikan inflasi membuat Bank Indonesia merespon dengan kenaikan suku bunga yang mau tak mau berpengaruh terhadap kinerja saham.
Setelah sempat menyentuh level 7200, IHSG kembali terkoreksi dengan sinyal The Fed yang akan terus melakukan kenaikan suku bunga agresif untuk melawan tekanan inflasi AS yang mencapai level 8 persen. IHSG pun turun ke level 6800 atau menjadi support baru pernah turun ke level 6500 pada bulan Mei.
IHSG pun alami tekanan ketika ekonomi global pun diprediksi akan alami koreksi. Bank Dunia revisi pertumbuhan ekonomi pada 2022 sebesar 2,9 persen atau turun dari prediksi sebelumnya sebesar 4,1 persen. IMF memprediksi ekonomi global sebesar 3,2 persen di 2022. Angka itu dibawah pertumbuhan ekonomi global sebesar 5,7 persen di 2021.
Kabar ini semakin merusak minat investor terhadap aset saham dan memilih membeli safe haven seperti dolar AS dan emas. Bursa saham asia turun drastis pada pertengahan tahun dengan laju bursa saham di negara berpendapatan tinggi seperti Tiongkok, dan Jepang minus secara year to date. Sementara itu IHSG beruntung masih bergerak di zona positif.
Ekonomi Tiongkok dan AS
Praktis ada dua pengaruh besar dari kekuatan ekonomi dunia seperti Tiongkok dan AS. Kedua negara dengan kontribusi terbesar ekonomi di dunia itu masih alami turbulensi akibat dari kebijakan yang dibuatnya. Ini bisa berdampak ke ekonomi indonesia.Ekonomi Tiongkok diprediksi akan melambat karena pembatasan zero covid 19 yang dilakukan XI Jinping. Xi Jinping memang sudah membuka aktivitas warga Tiongkok, tetapi maraknya kasus Covid-19 di Beijing bisa menimbulkan ketakutan terhadap hal ini. Ekonomi global terseret karena tiongkok merupakan kontribusi terbesar dari perdagangan global.
Terkoreksinya ekonomi global akan berdampak ke indonesia juga. Apalagi indonesia merupakan salah satu mitra dagang utama tiongkok dengan total perdagangan 24,6 persen dari total mitra. Sehingga melemahnya kegiatan bisnis tiongkok akan berdampak ke aktivitas ekspor dan impor Indonesia ke Tiongkok.
Belum lagi sektor properti di Tiongkok yang menyumbang 72 persen dari PDB sedang bermasalah. Memburuknya permintaan industri properti Tiongkok bisa menekan penjualan baja, nikel atau aluminium asal indonesia sebagai bahan baku dari konstruksi bangunan perumahan atau apartemen.
IHSG kembali susah naik ketika Tiongkok mengatakan akan ada pembatasan terhadap aktivitas bisnisnya. Situasi baru berubah ketika Tiongkok memutuskan untuk membuka kembali perdagangannya. IHSG pun mulai mendaki meskipun belum menyentuh level 7000-an lagi sampai pertengahan Desember 2022.
Hambatan datang dari prospek ekonomi AS yang bisa kena resesi di 2023. Hal itu membuat situasi ekonomi dunia semakin tak pasti. Sinyal kenaikan suku bunga The Fed yang melambat menjadi 50 bps, dibawah kenaikan 75 bps, tak cukup mengerek laju pasar saham global karena data penjualan ritel AS yang memburuk menjadi sinyal bahwa AS sangat bisa alami resesi di 2023.
Sejumlah lembaga ekonomi global seperti Bank of America memprediksi ekonomi AS akan alami resesi di kuartal I 2023. Ini membuat investor masih enggan 'masuk' di Wall Street yang terlihat dari santa claus rally yang belum nampak hingga menjelang akhir tahun.
Resesi AS bisa berdampak bagi laju ekonomi indonesia karena kontribusi perdagangan AS mencapai 12,61 persen dari mitra dagang lainnya di Indonesia. Emiten yang melakukan ekspor ke AS bisa alami masalah. Beruntungnya kontribusi investasi AS tak sebanyak Tiongkok di Indonesia.
Arah IHSG di 2023
IHSG masih hadapi tantangan di 2023. Selain sinyal resesi ekonomi global pergerakan harga komoditas unggulan indonesia seperti batu bara, CPO dan nikel yang diprediksi alami kenaikan terbatas tak bisa diandalkan menjadi driven bagi laju IHSG.Lalu apa pendorong laju IHSG ?
Bank asing yang bermarkas di Singapura, DBS memperkirakan kinerja IHSG bisa mencapai 7700 pada 2023. Syaratnya, IHSG bisa melaju kencang ketika resesi AS membuat The Fed melonggarkan kenaikan suku bunganya. Ramalan AS memangkas suku bunga terjadi ketika ekonomi AS mulai mendingin karena ulah The Fed yang menaikan suku bunga secara agresif.
Ketika itu terjadi maka IHSG diramal bisa menembus level baru tertingginya. Ini terjadi karena investor akan tertarik berinvestasi ke pasar saham lagi ketika suku bunga rendah. Capital inflow bisa terjadi ke negara yang relatif resilient terhadap ekonomi global.
Mata uang rupiah juga bisa menguat mengimbangi koreksinya dolar AS jika resesi di paman sam terjadi. Lagi-lagi, skenario itu tetaplah catatan diatas kertas. Sama seperti menghadapi perang Rusia-Ukraina yang tak pernah diharapkan, masa depan masih gelap dan investor perlu berhati hati!.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News