Direktur Gunung Raja Paksi Budi R Legowo mengatakan peningkatan permintaan tersebut dipicu oleh pemulihan ekonomi yang mulai terjadi pada kuartal III dan kuartal IV-2020. Hal ini membuat industri konstruksi dan infrastruktur kembali menggeliat.
"Kita melihat dan cukup optimis posisi 2021 nanti. Industri baja nasional akan kembali di posisi 2019, yang mana artinya dibandingkan 2020 peningkatan konsumsi itu signifikan," kata Budi dalam public expose virtual, Kamis, 10 Desember 2020.
Budi tak memungkiri tahun ini menjadi tahun terberat bagi dunia usaha termasuk produsen baja karena permintaan baja mengalami penurunan signifikan dibandingkan posisi tahun lalu.
Pada 2019, konsumsi baja nasional mencapai 15 juta hingga 16 juta ton. Sementara pada 2020 konsumsi baja mengalami penurunan menjadi 10 hingga 11 juta ton. Ia pun mengungkapkan perseroan masih akan memikul rugi pada 2020 sekitar USD10 juta.
"Perusahaan akan tetap membukukan rugi bersih, tapi akan lebih baik dari rugi bersih di 2019. Posisi rugi bersih 2019 adalah sebesar USD20 juta. Perkiraan kami di posisi akhir 2020 nanti akan kira-kira dibawah USD10 juta," ungkapnya.
Berdasarkan bahan pemaparan perseroan, pada kuartal III-2020 GGRP mencatat revenue sebesar USD151,83 juta dan rugi bersih USD4,15 juta.
Di tempat yang sama, Presiden Direktur Gunung Raja Paksi Abednedju Giovano Warani Sangkaeng menambahkan, beberapa strategi yang dilakukan perusahaan untuk menjalankan bisnis di masa depan adalah dengan melakukan investasi digital dan perluasan pabrik.
Selain itu, perusahaan juga akan merekrut orang progresional untuk mempercepat akselerasi perusahaan serta melakukan perluasan pasar internasional.
"Dalam jangka panjang, GRP akan terus mengembangkan nilai investasi dalam hal ini, kami menargetkan investasi Rp6,8 triliun pada 2021 hingga 2023 yang berfokus pada ekspansi pabrik," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News