"Aset kripto ini rawan. Sekali lagi kami tekankan, bahwa ini (kripto) rawan dipergunakan untuk media pencucian uang," ujar Wimboh dalam webinar Opportunities, Challenges, and Impacts of Utilizing New Technologies in Strengthening the AML/CFT Regime, Rabu, 23 Februari 2022.
Wimboh pun menceritakan kasus produk aset kripto yang digunakan sebagai tebusan. Kasus tersebut bermula saat sistem salah satu lembaga keuangan di Indonesia diretas oleh hacker. Gara-gara hal itu, operasional lembaga keuangan tersebut terganggu.
Sang hacker lalu meminta tebusan berupa aset kripto agar sistem operasional lembaga keuangan tersebut kembali berjalan normal. "Ada kasus salah satu lembaga keuangan di Indonesia yang di-hack sistemnya. Sistem itu dibuka kembali apabila dibayar sejumlah uang, dan pembayarannya minta dibayar kripto. Ini fakta, dan barangkali kejadian ini bukan hanya satu," tukasnya.
Di sisi lain, Wimboh juga mengingatkan masyarakat untuk hati-hati terhadap investasi aset kripto. Karena tidak memiliki underlying asset, pergerakan harga produk aset digital tersebut sangat fluktuatif, sehingga masuk dalam kategori investasi dengan risiko tinggi.
"Sebelum menentukan pilihan-pilihan, masyarakat harus hati-hati dan harus memahami berbagai risikonya. Memang, keputusan masyarakat untuk membeli atau tidak membeli adalah keputusan masyarakat itu sendiri," tutur Wimboh.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa produk-produk aset digital memanfaatkan area yang unregulated atau belum memiliki regulasi. Dia bilang, inovasi-inovasi baru dari produk aset digital merupakan kesempatan, sehingga ada juga masyarakat yang memanfaatkan kesempatan untuk meraup keuntungan pribadi.
"Ada yang menggunakan (produk aset digital) sebagai media untuk spekulasi. Artinya, kalau spekulasi pasti masyarakat-masyarakat yang tidak paham, masyarakat-masyarakat kecil yang menjadi korban. Akhirnya, terjadi dispute seperti beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini," tutup Wimboh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News