Peneliti Indef Fauziah Rizki Yuniarti menyarankan lembaga keuangan syariah tidak melulu menggunakan branding agama agar bisa mempercepat pertumbuhan industri syariah.
"Perlu rebranding jadi tidak melulu agama karena ternyata terbukti tidak laku di Indonesia walaupun kita Muslim Indonesia terbesar di dunia. Nilai-nilai keadilan, kesejahteraan, mengurangi kemiskinan. Itu harus di rebranding ke arah seperti itu,” ujarnya dalam webinar, Selasa, 5 April 2022.
Selain itu, lembaga keuangan syariah juga perlu melakukan digitalisasi ekosistem seperti berkolaborasi dengan e-commerce dan melakukan pelatihan digital hingga kolaborasi dengan lembaga keuangan syariah lain seperti perbankan dengan peer to peer lending.
Berdasarkan data Dinar Standard di 2022, aset lembaga keuangan syariah mencapai USD3,6 triliun dan aset keuangan syariah Indonesia berjumlah USD47 miliar. Halal food Indonesia juga berada di posisi nomor 2 setelah Malaysia. Indonesia juga berada pada nomor urut 10 sebagai negara top eksportir ke OIC.
Kendati demikian, dari sekian banyak uang yang beredar di industri halal, lanjutnya, belum ada data yang secara spesifik memberikan data kontribusi dari keuangan syariah.
"Seberapa besar uang-uang ini melewati channel keuangan syariah, misal transaksinya lewat keuangan syariah jadi belum ada yang bisa mendeteksi,” paparnya.
Di sisi lain, tiga jenis Institusi Keuangan Mikro Syariah (IKMS) Indonesia, yakni KSPSS (Koperasi Simpan-Pinjam dan Pembiayaan Syariah), LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syariah) dan BPRS (Bank Pembiayaan Syariah), koperasi juga kurang termonitor dengan baik.
"Data di 2020 ada sekitar 4.000 koperasi dan anggaran Koperasi UMKM tidak sebesar lembaga lain, anggaran untuk memonitor terbatas dan yang termonitor kurang dari 50 persen," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News