"Sudah ada empat yang sudah menyatakan mau buyback sahamnya," kata Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi dalam sebuah diskusi di Hotel Mercure, Padang, Sumatera Barat, Kamis, 12 Maret 2020.
Kebijakan buyback, kata Fakhri, sengaja digulirkan OJK pada 9 Maret 2020 untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan saham yang diperjualbelikan di pasar modal. Jumlah saham yang dapat dibeli kembali dapat lebih dari 10 persen dari modal disetor, dan paling banyak 20 persen dari modal disetor dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar 7,5 persen dari modal disetor.
"Sudah disampaikan buyback bisa dilakukan tanpa harus RUPS dulu. Prinsipnya boleh beli 20 persen dengan catatan saham yang tinggal tidak boleh lebih dari 7,5 persen dari modal yang disetor," paparnya.
Ketentuan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran OJK Nomor 3/SEOJK.04/2020 tanggal 9 Maret 2020 tentang Kondisi Lain Sebagai Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan Dalam Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik.
Namun demikian, Fakhri enggan merinci siapa saja emiten yang bakal memanfaatkan kebijkan OJK tersebut. Pengumuman resmi bakal disampaikan saat proses pemenuhan dokumen perizinan buyback telah rampung sepenuhnya.
"Perizinan ini proses, dulu pernah kejadian sudah disebut nama tapi karena satu dan lain hal jadi tidak efektif atau ditunda," ucapnya.
Pergolakan di bursa saham dinilai tidak boleh dibiarkan lantaran Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok sebesar 19 persen sejak awal 2020. Karenanya, kebijakan buyback diyakini dapat menenangkan pasar dan tidak menimbulkan spekulasi negatif dari investor.
"Apakah ini efektif, itu tidak bisa kita ukur karena kami hanya memfasilitasi emiten atau broker menyelamatkan harga saham. Kami melihat situasi seperti apa dan address kebijakan yang sesuai," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News