"Secara kuantitas, program peningkatan literasi keuangan sudah banyak dilaksanakan OJK dan lembaga penyedia jasa keuangan dan berkontribusi pada tingkat literasi keuangan masyarakat. Langkah berikutnya adalah memastikan agar kualitas program ini semakin meningkat," kata Associate Researcher CIPS Ajisatria Suleiman, dilansir dari Antara, Kamis, 28 Juli 2022.
Ajisatria menyampaikan selama ini program literasi keuangan sudah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, namun belum ada evaluasinya. Selain dibutuhkan metode evaluasi yang lebih terukur, penelitian CIPS juga merekomendasikan dilakukannya evaluasi pada konten program literasi keuangan serta metode penyampaiannya.
Dari sisi konten, sementara di negara-negara seperti Amerika Serikat, program literasi keuangan dirancang untuk menjawab 'Tiga Besar' literasi keuangan (berhitung, inflasi dan diversifikasi risiko), program literasi keuangan di Indonesia sebagian besar berkisar pada pengetahuan produk.
Baca: Ukraina Siap Ekspor Biji-Bijian di Tengah Serangan Rusia di Odesa |
Aji menilai pemisahan antara literasi dan keuangan akan mempermudah pelacakan dan pemantauan program literasi. Namun pemisahan juga membutuhkan upaya lebih untuk mengedukasi konsumen dalam membuat keputusan keuangan yang aktual atau konkrit.
Lebih lanjut, Aji menjelaskan, secara keseluruhan hasil literasi keuangan seperti yang ditunjukkan oleh survei OJK di 2019 masih relatif rendah terutama jika dibandingkan dengan inklusi keuangan. Beberapa kesenjangan muncul di antara kelompok populasi yang berbeda dan hal ini membutuhkan perhatian lebih lanjut dari keduanya.
Menurut dia, dalam jangka panjang, kewajiban pelaporan dan penyimpanan program pendidikan keuangan yang diselenggarakan oleh OJK harus diperlakukan tidak hanya sebagai formalitas belaka, tetapi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan mengukur dampak aktual dari literasi keuangan.
Salah satu area yang sering disorot dalam survei literasi dan inklusi keuangan nasional adalah kesenjangan antara inklusi keuangan dan literasi keuangan. Dalam survei terbaru OJK 2019, indeks inklusi keuangan sebesar 76,19 persen dan literasi keuangan sebesar 38,03 persen.
Survei sebelumnya juga secara konsisten menilai literasi keuangan lebih rendah daripada inklusi keuangan. Hal tersebut dapat menggambarkan kondisi di lapangan bahwa konsumen mungkin memiliki akses, kapasitas, dan permintaan untuk membeli suatu produk keuangan.
"Sayangnya, mereka belum tentu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk memanfaatkan sepenuhnya produk tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan mereka," pungkas Aji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News