Komisaris Bank Muamalat Edy Setiadi mengungkapkan transaksi di internet pada 2015 mencapai USD8 miliar dan di 2019 melonjak menjadi USD40 miliar. Sedangkan menurut McKinsey, tambah Edy, nilai transaksi digital di 2025 akan menjadi USD133 miliar. Angka yang fantastis tersebut tentu perlu dimanfaatkan oleh perbankan.
"Dengan demikian bank selaku lembaga yang menawarkan jasa harus segera mengantisipasi percepatan perubahan perilaku dan kebutuhan dari nasabah. Teknologi telah mengubah gaya hidup manusia," kata Edy, dalam webinar bertajuk 'Digital Banking Experience: Antara Kemudahan dan Keamanan Transaksi', Kamis, 9 September 2021.
Menurutnya, layanan digital telah berbembang pesat di berbagai sektor termasuk di sektor jasa keuangan. Ia mengutip survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memperlihatkan bahwa layanan digital perbankan kian marak dipergunakan oleh masyarakat di masa pandemi covid-19.
"Pada saat masa pandemi sekitar 48 persen nasabah membuka rekening melalui digital. Itu salah satu di antaranya mengapa pentingnya digital. Kemudian juga potensi digital di Indonesia sangat tinggi dan kita lihat tidak hanya di sektor keuangan tapi juga banyak terutama di sektor-sektor e-commerce sudah memanfaatkan sarana digital," tuturnya.
Namun, masih kata Edy, tetap ada tantangan yang harus dihadapi di era digitalisasi sekarang ini. Misalnya ancaman meminta pengguna mengungkapkan informasi rahasia, membuat website palsu yang menyerupai website suatu perusahaan resmi sehingga mengecohkan masyarakat, hingga menggunakan perangkat tambahan untuk merugikan masyarakat.
"Bank sebagai institusi yang sangat tergantung dengan kepercayaan publik perlu mengedukasi kepada nasabahnya tentang perlunya menjaga kerahasiaan data pribadi dan lain sebagainya. Apalagi sekarang ini sangat menjadi perhatian dari pemerintah bagaimana menjaga kerahasiaan data pribadi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News