Wakil Ketua PBNU yang juga Anggota Komisi VI DPR, Nusron Wahid mengatakan BTN akan dapat fokus menggarap kredit pemilikan rumah (KPR) konvensional. Sedangkan BSI dengan mengakuisisi UUS BTN akan semakin kuat menyalurkan pembiayaan berskema syariah, termasuk untuk kepemilikan rumah.
"Memang sudah saatnya masing-masing bank pemerintah fokus di lini bisnis, sehingga mampu mengembangkan ekosistemnya," katanya, dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 29 Juli 2022.
Nusron menilai aksi korporasi yang direncanakan oleh Kementerian BUMN itu akan memberikan banyak manfaat bagi seluruh stakeholders. Khususnya terkait pengembangan keuangan syariah. Sebab kinerja BTN Syariah akan lebih optimal bila bergabung dengan BSI. "BSI lebih sehat dan good governance dari pada BTN," katanya.
Mengutip laporan keuangan masing-masing bank, per Maret 2022, BSI memiliki kemampuan lebih baik dalam mengelola pembiayaan bermasalah. Tercermin dari rasio non-performing financing (NPF) gross bank sebesar 2,91 persen dan NPF net 0,9 persen. Pada periode yang sama, rasio NPL gross BTN 3,6 persen dan NPL net 1,28 persen. Hal ini diikuti dengan likuditas BSI yang lebih memadai, dengan rasio pembiayaan terhadap tabungan sebesar 74,37 persen, sedangkan BTN 95,39 persen.
Adapun salah satu rancangan kerja Kementerian BUMN saat ini terhadap bank pelat merah adalah menentukan fokus dari masing-masing bank. Menteri BUMN Erick Thohir menugaskan BRI menggarap pasar UMKM, Bank Mandiri menyasar korporasi, BNI menjadi bank internasional, dan BTN memperkuat fokus di bidang perumahan untuk mengurangi angka backlog dan membantu masyarakat memiliki rumah.
BSI tunggu status menjadi bank BUMN
Saat ini BSI tengah menunggu untuk mengubah status dari anak usaha BUMN menjadi bank BUMN. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BSI pada Mei 2022, seluruh pemegang saham telah sepakat pemerintah Indonesia memiliki saham Seri A Dwiwarna di perseroan. Sebelum Saham Seri A Dwiwarna masuk, pemegang saham BSI adalah Bank Mandiri (50,83 persen), BNI (24,85 persen), BRI (17,25 persen), publik (7,08 persen).Sebelumnya, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan untuk mendorong akses pembiayaan perumahan, industri dinilai membutuhkan bank syariah besar dengan kemampuan penyaluran pinjaman yang mumpuni sehingga pasar tergarap optimal. Terlebih KPR Syariah memiliki keunggulan cicilan yang tetap.
Baca juga: Indonesia Butuh Bank Syariah Besar |
Oleh karena itu Toto menyambut positif rencana PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI mengakusisi UUS BTN. "Dari sisi (UUS) BTN Syariah mereka bisa mendapatkan dukungan pendanaan cukup besar dari BSI yang masuk kategori bank buku 3. Demikian pula branding BSI sebagai bank syariah besar milik negara bisa meningkatkan branding BTN Syariah kepada calon potensial customer," katanya belum lama ini.
Hal itu senada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebut KPR syariah berkontribusi sebesar 15,6 persen per Februari 2022. Angka ini naik 220 basis poin (bps) bila dibandingkan dengan kondisi pada 2017 yakni sekitar 13,4 persen.
Data tersebut sejalan dengan hasil survei Consumer Sentiment Study semester I-2022 yang dirilis Rumah.com. Yaitu sebanyak 27 persen responden lebih tertarik menggunakan pembiayaan skema syariah, sedangkan peminat KPR konvensional hanya 21 persen. Selain itu, OJK juga mencatat pertumbuhan KPR syariah yang selalu berada di atas rata-rata industri. Pada 2020 contohnya, total portofolio KPR terpukul pandemi, sehingga pertumbuhannya melambat menjadi 4,6 persen secara tahunan (yoy), dari sebelumnya 8,5 persen yoy.
Pada periode yang sama KPR syariah tumbuh 11,4 persen yoy, sedangkan KPR konvensional 3,5 persen yoy. Per Februari 2022, jurang pertumbuhan KPR syariah dan KPR konvensional hampir menipis, yakni 11,0 persen yoy dan 10,1 persen yoy. Sebelumnya, rencana BSI mengakuisisi BTN Syariah mencuat seiring dengan pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir pada awal tahun ini. Dia berharap UUS BTN akan memperkuat posisi sekaligus memperbesar kapasitas BSI.
Lebih rinci, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan konsolidasi ini merupakan visi pemerintah untuk terus mendorong penguatan ekonomi dan perbankan syariah melalui BSI. Dengan demikian BSI dapat memperbesar dan memperkuat posisinya dalam hal kapitalisasi pasar.
Tiko melanjutkan, untuk memperkuat perbankan dan ekosistem ekonomi syariah, konsolidasi menjadi penting sehingga BSI dan UUS BTN tidak berjalan masing-masing. Selain itu, aset juga dapat tumbuh menjadi lebih besar lagi. Bahkan, Wakil Presiden K.H Ma'ruf Amin menegaskan bahwa penggabungan beberapa bank berbasis syariah merupakan upaya pemerintah dalam menyederhanakan sistem perbankan di Indonesia, mengingat minat masyarakat terhadap keuangan syariah terus meningkat, termasuk dalam pembiayaan perumahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News