"Hal ini disebabkan oleh penggunaan energi baru terbarukan, efisiensi energi, proses daur ulang, dan kegiatan terkait tanggung jawab kepada lingkungan lain yang lebih padat karya,” katanya, dalam webinar Green Economy, dilansir dari Antara, Rabu, 16 November 2022.
Investasi hijau diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem yang diperkirakan menimbulkan kerugian secara global hingga USD5,1 triliun dalam 20 tahun terakhir.
"Seiring dengan perubahan iklim, kerugian akibat cuaca ekstrem diperkirakan akan mencapai 18 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) global pada 2050 apabila tidak ada aksi mitigasi,” imbuhnya.
Baca: Kadin Ungkap Penyebab PHK di Industri Padat Karya |
Indonesia juga dinilai lebih rentan terhadap berbagai bencana alam akibat perubahan iklim yang telah menimbulkan kerugian hingga Rp100 triliun per tahun dan diperkirakan terus meningkat mencapai 40 persen dari PDB nasional pada 2045.
Bank Indonesia pun terus bekerja sama dengan pemerintah daerah Jawa Tengah untuk menerapkan perekonomian hijau antara lain dengan menarik masuk lebih banyak investasi hijau. Karena itu Jateng menjadi provinsi pertama yang berhasil menyelesaikan rencana umum energi daerah dengan menargetkan 21 persen sumber energinya berasal dari EBT.
Jawa Tengah saat ini juga menyediakan peluang investasi hijau bagi investor antara lain dalam Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Semarang, PLT minihidro di Banyumas, dan PLT surya terapung di beberapa wilayah Jawa Tengah.
"Dalam dokumen perencanaan proyek, PLT Sampah kota Semarang akan berlokasi di kelurahan Jatibarang dan ditarget 1.000 ton sampah akan diolah setiap hari," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News