Mengutip data Bloomberg, Selasa, 20 Juni 2023, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp14.993 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik 28,5 poin atau setara 0,19 persen dari posisi Rp15.021 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan rupiah utamanya disebabkan oleh pelemahan dolar AS terhadap mata uang lainnya.
"Tetapi kerugiannya kecil karena ketegangan di Rusia tetap tinggi. Sementara, para pedagang menunggu rilis data ekonomi yang dapat menentukan waktu kenaikan suku bunga Federal Reserve di masa depan," ungkap Ibrahim dalam analisis hariannya.
Menurut Ibrahim, sentimen tetap tertekan oleh kekhawatiran atas inflasi dan potensi bank sentral, dan Federal Reserve khususnya, untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Indeks inflasi pilihan Federal Reserve, indeks PCE inti dapat menjadi masukan data penting karena Fed menuju pertemuan kebijakan berikutnya pada bulan Juli. Sebelum itu, terlihat rilis penjualan rumah baru terbaru, izin bangunan, dan pesanan barang tahan lama.
"Selain itu, pemimpin Tiongkok mengatakan kepada delegasi di Forum Ekonomi Dunia bahwa pertumbuhan ekonomi negaranya pada kuartal kedua akan lebih tinggi dari yang pertama dan diperkirakan akan mencapai target pertumbuhan ekonomi tahunan sekitar lima persen," paparnya.
Baca juga: Lumayan! Rupiah Pukul Mundur Dolar AS ke Rp14.993 |
Waspadai situasi negara maju
Di sisi lain, pergerakan rupiah hari ini juga ikut terdongkrak berkat pernyataan pemerintah yang mengimbau untuk mewaspadai situasi global di negara-negara maju pada semester II-2023, yang diperkirakan akan mengalami pelemahan ekonomi akibat kenaikan suku bunga acuan yang agresif dalam memerangi inflasi.
Dia bilang, harga pangan yang masih mengalami gejolak dan ketidakpastian menimbulkan dampak terhadap pemulihan dan pelemahan ekonomi dunia.
"Di satu sisi, lonjakan harga pangan juga menyebabkan inflasi semakin tinggi. Inflasi merupakan salah satu dampak dari munculnya ketidakpastian, disrupsi, perang geopolitik, maupun komoditas yang mengalami lonjakan dan volatilitas. Inflasi masih pada level yang tinggi meskipun ada tren penurunan," urai Ibrahim.
Kenaikan suku bunga di Eropa sendiri berada di bawah tingkat inflasi di zona Eropa, yaitu suku bunga acuan di level 3,75 persen dengan inflasi 6,1 persen. Namun, hal ini sudah menimbulkan dampak terhadap kemungkinan pelemahan ekonomi.
Sementara itu, inflasi di Indonesia masih dalam posisi yang trennya sesuai dengan proyeksi, yaitu penurunan terutama disumbangkan oleh inflasi volatile food yang mengalami penurunan cukup tajam sebesar 3,3 persen dan inflasi inti ke 2,7 persen.
"Sehingga dampak perlambatan ekonomi global tidak terlalu berdampak terhadap perekonomian Indonesia sehingga mata uang rupiah masih sesuai dengan fundamentalnya," jelas dia.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan besok akan bergerak secara fluktuatif meskipun kemungkinan besar akan kembali mengalami penguatan.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp14.970 per USD hingga Rp15.030 per USD," tutup Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News