Mengutip data Bloomberg, Senin, 12 Februari 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup di level Rp15.595 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat sebanyak 40 poin atau setara 0,19 persen dari posisi Rp15.634 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
"Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup menguat 40 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 45 poin dari penutupan sebelumnya di level Rp15.635 per USD," kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis harian.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona hijau pada posisi Rp15.590 per USD. Rupiah menguat 39 poin atau setara 0,24 persen dari Rp15.629 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp15.612 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat sebanyak 73 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp15.685 per USD.
Baca juga: Sentimen Pemilu Berkurang, Rupiah Ungguli Dolar AS |
Pertumbuhan ekonomi RI
Ibrahim mengungkapkan, jika melihat kondisi pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,05 persen, maka dirinya berpandangan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,07 persen pada tahun ini. Pertumbuhan tersebut, ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang terus meningkat.
"Secara umum, hingga akhir 2023 kinerja ekonomi Indonesia masih relatif baik. Ketahanan ekonomi domestik cukup kuat dan inflasi Indonesia tercatat rendah dibandingkan negara-negara lain," jelas dia.
Proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) terhadap ekonomi Indonesia juga cenderung resiliens untuk tahun ini di sekitar lima persen, sehingga, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan solid. Selain itu, ada beberapa catatan risiko yang akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia baik dari sisi global maupun domestik.
Dari sisi global, pertama adalah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang cenderung mengalami perlambatan, karena adanya krisis real estate dan properti di negeri Tirai Bambu saat ini.
Perlambatan ekonomi Tiongkok, bukan hanya berdampak ke pertumbuhan global, tapi berdampak ke ekonomi Indonesia. Lebih dari 20 persen ekspor Indonesia itu ke Tiongkok, jadi perlambatan ini mempengaruhi harga komoditas global, batu bara, kelapa sawit, dan lainnya.
Kedua, kondisi higher for longer berkaitan dengan arah suku bunga The Fed yang bertahan tinggi diperkirakan sampai semester satu tahun ini. Ketiga, yakni kondisi geopolitik sebab perang Rusia-Ukraina, serta Israel-Hamas.
"Dampak dari kondisi geopolitik ini sudah mulai terlihat di mana pasar keuangan dunia cenderung menguat," terang dia.
Sementara di sisi domestik, risiko pertama karena pemilihan umum atau pemilu yang akan berlangsung serentak di Indonesia pada 14 Februari 2024 mendatang. Namun, dari pelaksanaan pemilu tahun ini, dapat menimbulkan dampak positif, khususnya terhadap peningkatan belanja atau konsumsi rumah tangga.
"Risiko domestik selanjutnya, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana inflasi pangan cenderung tinggi dipengaruhi oleh faktor El Nino," papar Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News