Ilustrasi. FOTO: MI/SUSANTO
Ilustrasi. FOTO: MI/SUSANTO

Penutupan Perdagangan: Rupiah Menguat di Rp15.316/USD

Angga Bratadharma • 22 Agustus 2023 16:40
Jakarta: Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan Selasa sore terpantau menguat tipis ketimbang pembukaan pada pagi tadi di posisi Rp15.320 per USD. Sejauh ini belum ada katalis positif signifikan yang membuat mata uang Garuda melesat dan kembali ke level Rp14 ribu per USD.
 
Mengutip Bloomberg, Selasa, 22 Agustus 2023, nilai tukar rupiah pada perdagangan sore ditutup di level Rp15.316 per USD, menguat 0,06 persen atau setara 8,50 poin ketimbang pembukaan pagi tadi. Hari ini nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp15.314 hingga Rp15.329 per USD. Sedangkan menurut Yahoo Finance, nilai tukar rupiah berada di Rp15.261 per USD.
 
Sementara itu, dolar AS bergerak sedikit lebih rendah terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB). Hal itu karena investor menunggu data PMI S&P pada Rabu dan Simposium Ekonomi Jackson Hole pada 24-26 Agustus.
Baca: Harapan Jokowi soal Indonesia Maju Dinilai Dagelan

Simposium Ekonomi Jackson Hole akan dihadiri oleh Ketua Federal Reserve Jerome Powell dan Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde yang diharapkan memberikan petunjuk untuk panduan lebih lanjut tentang kebijakan moneter mereka.

Dolar turun tipis

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingnnya, turun tipis 0,07 persen menjadi 103,3100 pada akhir perdagangan. Pada akhir perdagangan New York, euro menguat menjadi 1,0898 dolar AS dari 1,0878 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris naik menjadi 1,2764 dolar AS dari 1,2740 dolar AS pada sesi sebelumnya.

Dolar AS dibeli 146,0860 yen Jepang, lebih tinggi dari 145,2980 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS turun menjadi 0,8782 franc Swiss dari 0,8824 franc Swiss, dan turun menjadi 1,3543 dolar Kanada dari 1,3545 dolar Kanada. Dolar AS turun menjadi 10,9443 krona Swedia dari 10,9709 krona Swedia.
 
Inflasi AS kemungkinan akan moderat lebih cepat daripada di tempat lain, terutama zona euro, menurut Tim Editorial UBS.
 
“Kami pikir The Fed lebih dekat dibandingkan Bank Sentral Eropa dalam mengakhiri siklus kenaikan suku bunganya, namun faktor fundamental jangka panjang tetap menjadi beban bagi mata uang AS, termasuk valuasi yang mahal, defisit fiskal dan transaksi berjalan ganda, prospek peringkat, serta tingginya alokasi dana-dana di Amerika Serikat," ungkap Tim Editorial UBS.
 
Laporan Bulanan Buba Jerman menunjukkan bahwa inflasi dapat bertahan lebih lama di atas target bank sentral. Dalam hal ini, risiko inflasi bergerak naik membuat investor memasang taruhan hawkish pada Bank Sentral Eropa.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan