Ilustrasi. Foto: MI
Ilustrasi. Foto: MI

Kemenkeu Kembangkan Pembiayaan Inovatif dengan Pendanaan Proyek Maslahat

Deny Irwanto • 07 Desember 2023 20:52
Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mengembangkan inovasi pembiayaan APBN melalui berbagai instrumen, di antaranya melalui obligasi negara dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN).
 
Kepala Seksi Pengelolaan Risiko Pasar, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Ardhitya Kurniartanto, mengatakan penerbitan obligasi negara memberikan alternatif pembiayaan bagi APBN, sehingga tak lagi bergantung pada pinjaman luar negeri.
 
"Kita mulai berkembang untuk menggunakan alternatif pembiayaan tidak lagi bersumber dari (pinjaman) luar negeri saja, tetapi juga menggunakan sumber-sumber dalam negeri melalui penerbitan obligasi negara," kata Ardhitya dalam keterangan pers, Kamis, 7 Desember 2023.
 
Baca: Ekonomi Indonesia Kebal dari Guncangan
 
Diketahui posisi utang Indonesia per 31 Oktober 2023 mencapai Rp7.950,52 triliun. Angka ini sekitar 37,68 persen dari Gross Domestic Product (GDP). Jauh di bawah ambang batas yang diperbolehkan UU Keuangan Negara, yaitu 60 persen dari GDP.

Dari total utang tersebut, SBN menempati porsi terbesar yaitu, 88,66 persen dan pinjaman, baik dalam dan luar negeri, sebesar 11,34 persen. Adapun dari sisi SBN, mayoritas berasal dari domestik 71,41 persen dan SBN valas 17,25 persen. 
 
"Dengan demikian, posisi utang kita masih dalam kategori rasional dan aman," jelasnya.
 
Menurut Ardhitya pemerintah senantiasa berhati-hati dalam mengambil kebijakan utang, baik berupa obligasi maupun pinjaman. Terutama dengan mempertimbangkan tenor dan suku bunga yang kompetitif.
 
"Untuk utang-utang yang kita adakan, bisa jadi tenornya 20-25 tahun, atau lebih panjang lagi. Dengan tingkat bunga yang generous," ungkapnya.
 
Selain itu pemerintah juga tidak mau dikendalikan para kreditur ketika mengajukan pinjaman luar negeri. Hal ini menjadi prasyarat yang terus dijaga supaya kita tetap independen.
 
"Yang kita kehendaki, ketika kita menerima pinjaman dari luar negeri, kita sendiri yang menentukan barangnya dari mana. Kita tidak mau didikte oleh para kreditor," bebernya.
 
Menurut Ardhitya hingga kini sudah banyak manfaat pembangunan yang diperoleh dari instrumen pembiayaan alternatif. Salah satunya adalah pembangunan proyek kereta api di Makasar yang dibiayai melalui instrumen Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk). 
 
"Lalu, (manfaat) dari pinjaman luar negeri kita bisa lihat sendiri seperti pembangunan Rumah Sakit UI, pembangunan MRT, atau pembangunan berbagai rumah sakit di daerah, dan masih banyak lagi," ujarnya.
 
Senada Head of Industry Regional Bank Mandiri, Dendy Ramdani, juga menilai utang Indonesia masih dalam kategori aman. Apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
 
"Negara-negara maju itu bisa di atas 100 persen. Artinya, memang utangnya besar sekali. Sementara kita itu bila dilihat rasionya masih oke, di bawah 40 persen," katanya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan