IHSG. Foto: MI.
IHSG. Foto: MI.

IHSG Dibuka Melesat ke Level 8404

Arif Wicaksono • 17 November 2025 09:16
Jakarta: Pasar saham saat ini menjadi lebih atraktif karena harapan akan peningkatan pertumbuhan ekonomi
 

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun dibuka naik pada level 8.404 pada perdagangan Senin, 17 November 2025. Kenaikan IHSG diikuti dengan indeks unggulan LQ45 yang naik 0,34 persen dengan berada pada level 846. Indeks saham unggulan syariah seperti JII juga naik 0,55 persen dengan berada pada level 581. 
 
Alhasil beberapa saham naik seperti BBCA, BBRI, BMRI, TLKM dan ANTM. Kemudian saham seperti UNTR, BRIS dan INCO turun pada pembukaan  perdagangan hari ini. 
 
Sementara itu, IHSG pada perdagangan di hari Jumat lalu, 14 November 2025, melemah tipis, 0,02% menjadi 8.370,4. Pada saat yang bersamaan, Rupiah terus tertekan dan ditutup pada 16.712 per USD. 

Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian akan pemangkasan FFR pada tanggal 10 Desember 2025 mendatang karena masih belum tersedianya rilis data ekonomi AS yang biasanya menjadi penentu arah suku bunga.
 
Indeks ETF Indonesia di Wall Street, EIDO, justru menguat 0.55% menjadi 18,38, menandakan minat investor asing terhadap aset Indonesia masih stabil.
 
Indeks Dollar (DXY) relative masih stabil di atas level 99 karena dampak dari penurunan ekspektasi pemangkasan FFR dan harga emas dalam dua hari terkoreksi dan ditutup pada USD4.168,7. 
 
Appetite investor di SBN masih cukup terjaga, dengan CDS 5 tahun Indonesia masih stabil pada level 74,95, meski naik dalam dua hari terakhir. Investor asing saat ini cenderung lebih banyak membeli saham di Indonesia dibandingkan dengan SBN. Sepanjang November, net inflows asing di saham mencapai IDR7,5triliun sedangkan di SBN, asing mencatatkan net outflows IDR5,5triliun. 
 
Saat ini pasar saham cenderung lebih menarik karena ekspektasi peningkatan pertumbuhan ekonomi, sedangkan kekhawatiran akan inflasi dan kestabilan fiskal menyebabkan investor lebih berhati-hati untuk berinvestasi di SBN.

Pasar Global 

Wall Street menutup perdagangan Senin waktu setempat di zona merah. Dow Jones anjlok 309 poin ke 47.147, sementara S&P 500 turun tipis 0,05% ke 6.734. Tekanan terutama datang dari sektor teknologi dan manufaktur yang kembali dilanda aksi jual setelah reli pekan lalu.
 
Koreksi juga melanda pasar Eropa dan Asia. FTSE 100 merosot 1,11%, disusul Nikkei Jepang yang terkoreksi cukup dalam, 1,77%, akibat aksi ambil untung pada saham-saham eksportir. Investor global tampak menahan posisi menjelang rilis data inflasi AS dan komentar terbaru dari The Fed.
 
Sementara itu semakin kecilnya peluang pemangkasan suku bunga acuan di pertemuan Desember seiring tidak dirilisnya data ekonomi penting karena adanya government shutdown masih menjadi sentimen yang cukup negatif di pasar. 
 
Berdasarkan data dari CME FedWatch Tool saat ini probabilitas pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed kurang dari 50%, turun signifikan dari awal pekan sebesar 62.9% dan 95.5% sebulan lalu.
 
Untuk komoditas, pasar bergerak tidak seragam. Harga minyak melonjak 2,39% ke US$60,09 per barel, terdorong ekspektasi pengetatan suplai dari negara produsen utama. Sebaliknya, logam mulia tertekan cukup dalam: emas jatuh 2,10%, sedangkan silver terkoreksi lebih tajam 3,27%.
 
Logam industri juga melemah, mulai dari tembaga (-0,86%), nikel (-0,58%), hingga timah (-1,47%), seiring kekhawatiran permintaan global melambat. Komoditas energi lainnya seperti gas alam juga turun 1,72%. Di sisi lain, batubara Newcastle justru menguat mendekati 1%, sementara CPO bergerak datar di 3.935.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan