Jakarta: Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi menyatakan fasilitas Special Drawing Rights (SDR) yang diberikan Dana Moneter Internasional atau IMF bukan utang atau pinjaman. Hal tersebut berbeda dengan kondisi krisis yang terjadi pada 1998.
"Special Drawing Rights yang kita terima sekarang ini sama sekali tidak ada kesamaannya dengan dana yang kita terima pada waktu krisis 1998. Waktu itu memang berbentuk pinjaman, utang, dan harus dikembalikan dengan waktu yang ditetapkan," ucap Doddy dalam Taklimat Media secara virtual, Rabu, 8 September 2021.
Doddy menegaskan bahwa dana dari IMF tersebut bukan permintaan Indonesia karena alasan kesulitan ekonomi dan keuangan akibat pandemi covid-19. Dana tersebut murni bantuan dari IMF yang diberikan kepada seluruh negara anggota.
"Penambahan cadangan devisa yang berasal dari tambahan alokasi SDR dari IMF ini adalah kebijakan IMF untuk mendukung ketahanan seluruh negara di dunia. Bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga seluruh negara anggota guna menghadapi dampak dari pandemi covid-19," tuturnya.
Lebih lanjut ia menyebutkan kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia saat ini dalam keadaan baik. Hal ini tercermin dari posisi cadangan devisa Indonesia yang hingga akhir Juli 2021 mencapai sebesar USD137,3 miliar.
Cadangan devisa Indonesia tersebut setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"Jadi tambahan ini betul akan kita terima dengan baik karena ini akan makin memperkuat, tapi bukan berasal dari kita sedang kesulitan. Ini sebagai refleksi bahwa kita tidak dalam situasi yang sangat mendesak untuk menambah cadangan devisa, karena timing-nya terjadi di saat kita sedang dalam situasi yang cukup kuat dari sisi cadangan devisa," tutur Doddy.
Adapun pada Agustus 2021 IMF telah menambah alokasi SDR dan mendistribusikannya kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Alokasi SDR yang diterima Indonesia adalah sebesar 4,46 miliar SDR atau setara dengan USD6,31 miliar atau sekitar Rp90,02 triliun (kurs Jisdor Rp14.266 per USD).
"Special Drawing Rights yang kita terima sekarang ini sama sekali tidak ada kesamaannya dengan dana yang kita terima pada waktu krisis 1998. Waktu itu memang berbentuk pinjaman, utang, dan harus dikembalikan dengan waktu yang ditetapkan," ucap Doddy dalam Taklimat Media secara virtual, Rabu, 8 September 2021.
Doddy menegaskan bahwa dana dari IMF tersebut bukan permintaan Indonesia karena alasan kesulitan ekonomi dan keuangan akibat pandemi covid-19. Dana tersebut murni bantuan dari IMF yang diberikan kepada seluruh negara anggota.
"Penambahan cadangan devisa yang berasal dari tambahan alokasi SDR dari IMF ini adalah kebijakan IMF untuk mendukung ketahanan seluruh negara di dunia. Bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga seluruh negara anggota guna menghadapi dampak dari pandemi covid-19," tuturnya.
Lebih lanjut ia menyebutkan kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia saat ini dalam keadaan baik. Hal ini tercermin dari posisi cadangan devisa Indonesia yang hingga akhir Juli 2021 mencapai sebesar USD137,3 miliar.
Cadangan devisa Indonesia tersebut setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"Jadi tambahan ini betul akan kita terima dengan baik karena ini akan makin memperkuat, tapi bukan berasal dari kita sedang kesulitan. Ini sebagai refleksi bahwa kita tidak dalam situasi yang sangat mendesak untuk menambah cadangan devisa, karena timing-nya terjadi di saat kita sedang dalam situasi yang cukup kuat dari sisi cadangan devisa," tutur Doddy.
Adapun pada Agustus 2021 IMF telah menambah alokasi SDR dan mendistribusikannya kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Alokasi SDR yang diterima Indonesia adalah sebesar 4,46 miliar SDR atau setara dengan USD6,31 miliar atau sekitar Rp90,02 triliun (kurs Jisdor Rp14.266 per USD).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News