Angka itu mengalami pertumbuhan signifikan bila dibandingkan data per Juli 2020. Pada saat itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) RI sebesar sebesar USD111,86 miliar atau setara Rp1.639,08 triliun.
"Selama tiga dasawarsa terakhir sejak berdirinya bank syariah pertama di Republik Indonesia yaitu pada 1992, keuangan syariah berkembang cukup mengesankan," ucap Sri Mulyani dalam acara Sharia Business & Academic Sinergy (SBAS) yang digelar secara virtual di Jakarta, Selasa, 29 Desember 2020.
Sri Mulyani memerinci jumlah aset keuangan syariah tersebut terdiri atas aset perbankan syariah yang mencapai sebanyak Rp575,85 triliun, Industri Keuangan Non Bank syariah sebesar Rp11,44 triliun, dan pasar modal syariah yang mencapai sebesar Rp1.022,87 triliun.
Menariknya, sebut dia, di tengah kondisi ekonomi yang tertekan akibat meluasnya dampak covid-19, kinerja perbankan syariah justru cenderung stabil dan tumbuh lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional.
"Intermediasi perbankan nasional malah cenderung mengalami penurunan. Ini memang sering terjadi di dalam suasana krisis seperti yang terjadi di 2008 lalu," tutur Sri Mulyani.
Hingga September 2020, aset perbankan syariah tumbuh sebesar 10,97 persen, sementara aset perbankan konvensional hanya tumbuh 7,77 persen. Artinya, tegas Sri Mulyani, pertumbuhan aset perbankan syariah lebih tinggi ketimbang aset perbankan konvensional.
Demikian juga dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di mana perbankan syariah mampu mencatat pertumbuhan sebanyak 11,56 persen. Angka ini sedikit di atas kenaikan DPK dari perbankan konvensional yang tumbuh 11,49 persen.
Bila dilihat dari sisi penyaluran pembiayaan atau kredit, perbankan syariah tumbuh sebesar 9,42 persen. Sedangkan pertumbuhan kredit perbankan konvensional hanya tumbuh 0,55 persen.
"Artinya, perbankan syariah memang memiliki posisi yang cukup stabil dan memiliki loyalitas dari keseluruhan ekosistemnya. Kinerja perbankan syariah ini tentu perlu menjadi salah satu jembatan dan sekaligus modal awal bagi kita untuk terus mengembangkan sebuah ekosistem keuangan syariah yang berkualitas baik," harap Sri Mulyani.
Daya tahan atau resilience perbankan syariah tercermin dari rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) dan angka pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) yang cenderung stabil.
"Untuk CAR sebesar 23,5 persen, sedangkan untuk NPF sebesar 3,31 persen," pungkas Sri Mulyani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News