"Ini kita sadar, hukum kita ini tidak bisa lakukan adjustment (pengaturan) dengan cepat, sehingga apa yang terjadi di masyarakat ini belum bisa kita kawal dengan baik dari segi hukumnya," ujar Wimboh dalam seminar edukasi yang digelar secara virtual, Jumat, 11 Februari 2022.
Wimboh menjelaskan, saat ini baru ada tiga undang-undang yang mengatur tentang produk keuangan seperti perasuransian, perbankan, dan pasar modal. Ketiga payung hukum produk keuangan tersebut malah sudah uzur alias ketinggalan zaman.
Undang-undang tentang perasuransian diatur sejak 30 tahun lalu atau pada 1992. Pada tahun yang sama, pemerintah juga mengatur tentang perbankan sedangkan pasar modal diatur pada 1995.
Menurutnya, ketentuan ini tidak seimbang dengan perkembangan digitalisasi. Walhasil, banyak dari produk keuangan anyar yang akhirnya luput dari penegakan hukum.
"Praktik produk-produk keuangan yang ada sekarang ini tidak secara spesifik diatur dalam perundang-undangan kita. Bukan hanya pinjaman online, akhir-akhir ini kita marak dengan produk-produk investasi yang barangkali belum secara clear diatur dalam perundang-undangan," jelas dia.
Wimboh mencontohkan, pada investasi dan trading dalam aset kripto. Banyak investor dan masyarakat yang terjebak sehingga menderita kerugian. Namun, OJK tidak bisa bertindak lebih jauh mengingat belum ada payung hukum yang spesifik dalam investasi tersebut. Di sisi lain, perkembangan digital yang memunculkan produk dan investasi keuangan baru justru dibutuhkan masyarakat.
"Situasi inilah yang kita hadapi sekarang ini dan kita tidak boleh lengah, terutama hukum kita bagaimana akan kita sempurnakan. Pada saat ini kita sedang dalam proses untuk melakukan reform undang-undang di sektor keuangan," pungkas Wimboh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News