Meski demikian, bauran kebijakan antara bank sentral, baik dari sisi moneter, makroprudensial, hingga sistem pembayaran, dengan sinergi yang kuat bersama pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) masih diperlukan dan akan terus dilakukan.
"Upaya tersebut tidak saja untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, tapi juga untuk mendukung upaya bersama bagi pemulihan ekonomi lebih lanjut," ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers KSSK Kuartal III-2021 secara virtual, Rabu, 26 Oktober 2021.
Dari sisi moneter, jelasnya, kebijakan suku bunga acuan rendah di level 3,50 persen terus dipertahankan. Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem keuangan karena ketidakpastian pasar keuangan global di tengah prakiraan inflasi yang rendah, juga sebagai bagian dari upaya bersama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Bank sentral juga melanjutkan kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar. Hal ini sekaligus sebagai respons atas antisipasi dampak tapering The Fed.
Kebijakan likuiditas longgar juga terus dipertahankan, baik tahun lalu maupun tahun ini. Untuk tahun ini, BI menambah likuiditas quantitative easing sebesar Rp129,9 triliun. Kebijakan moneter ini juga didukung oleh strategi operasi moneter yang terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas kebijakan moneter yang longgar tersebut.
"Sinergi dan koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal juga terus diperkuat. Antara lain dan termasuk dalam melanjutkan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) di pasar perdana sebagai bagian dari koordinasi tersebut untuk pendanaan APBN 2021," paparnya.
Adapun hingga 15 Oktober 2021, pembelian SBN di pasar perdana tercatat sebesar Rp142,74 triliun. Terdiri dari Rp67,08 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme lelang tambahan atau Greenshoe Option (GSO).
Bank Indonesia juga melanjutkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif bersama KSSK untuk terus meningkatkan, mendorong kredit dan pembiayaan dari sektor keuangan kepada dunia usaha sebagai bagian untuk upaya pemulihan ekonomi nasional.
Upaya tersebut dilakukan bank sentral dengan mempertahankan rasio countercyclical buffer sebesar nol persen. Kemudian, mempertahankan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84 persen hingga 94 persen. Serta mempertahankan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6,0 persen untuk perbankan konvensional dan PLM Syariah sebesar 4,5 persen yang semuanya dengan fleksibilitas dan dapat direpo-kan kepada BI.
Selain itu, BI juga melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka kredit dan pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit nol persen untuk semua jenis kendaraan bermotor baru, serta melanjutkan pelonggaran rasio LTV/FTV kredit pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen.
"Pelonggaran kebijakan makroprudensial ini kami putuskan untuk dilanjutkan sampai dengan akhir tahun 2022 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2/2020 dan juga kemungkinan dapat diperpanjang sampai tahun 2023 sesuai dengan kebutuhan, untuk memastikan kredit dan pembiayaan dari sektor keuangan kepada dunia usaha terus dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional," tegas Perry.
Adapun KSSK memutuskan bahwa stabilitas sistem keuangan kuartal III-2021 berada dalam kondisi normal seiring dengan penurunan signifikan dari kasus covid-19. Menteri Keuangan (Menkeu), Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyepakati bahwa komitmen untuk bersama-sama memperkuat sinergi di dalam menjaga dan mendukung momentum pemulihan ekonomi dan terus berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan.
"Ini merupakan hasil dari rapat berkala stabilitas sistem keuangan dalam forum KSSK yang merupakan rapat terakhir pada tahun 2021, diselenggarakan pada hari Senin yang lalu tanggal 25 oktober 2021," jelas Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News