Dukungan itu disampaikan AFPI pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPR pada pekan lalu. Dalam rapat tersebut, parlemen menaruh perhatian penuh terhadap perilaku pinjaman online ilegal yang semakin meresahkan masyarakat di tengah pandemi covid-19.
"Jadi kami sampaikan sebetulnya RDPU itu sesuatu yang ditunggu karena dengan adanya RUU Perlindungan Data Pribadi, (pinjaman online) ilegal ini bisa ditiadakan," ucap Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko dalam telekonferensi bersama, Senin, 13 Juli 2020.
Meskipun demikian, Sunu menyampaikan pihaknya tidak ingin menunggu hingga RUU Perlindungan Data Pribadi tersebut disahkan. Karena butuh waktu lama RUU itu menjadi aturan yang bisa membumihanguskan pinjaman online ilegal.
Oleh karenanya, AFPI bersama Satgas Waspada Investasi (SWI) dan Direktorat Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus memastikan agar masyarakat konsumen tidak terjebak pada penawaran pinjaman online ilegal.
"Jadi ini kampanye kita yang akan kita lakukan secara terus menerus supaya fintech peer to peer lending ilegal itu tidak bisa beroperasi di Indonesia," tegasnya.
Sunu menjelaskan, keberadaan pinjaman online ilegal menyengsarakan industri secara keseluruhan. Sebab bila ada satu kasus pinjaman online viral, maka industri fintech peer to peer lending legal akan tercoreng dan sulit mendapat kepercayaan masyarakat.
"(Pinjaman online) ilegal itu harus tidak ada di Indonesia, kita ingin semuanya comply (memenuhi ketentuan). Kalau kita belajar dari yang lalu-lalu kan sebenarnya hingar bingar ilegal itu hanya dari segelintir orang, karena dia masuk di media sosial sehingga menjadi permasalahan. Itu yang kita beri perhatian cukup besar terhadap ilegal," tutup Sunu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News