Peningkatan uang beredar pada Juni 2021 terjadi pada komponen M1 dan uang kuasi. Komponen M1 pada Juni 2021 tercatat tumbuh sebesar 17,0 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,6 persen (yoy).
"Hal ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan peredaran kartal serta giro rupiah," ungkap Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam Analisis Uang Beredar Juni 2021 dikutip dari laman resmi Bank Indonesia, Jumat, 23 Juli 2021.
Sementara itu, kartal di luar sistem moneter tercatat sebesar Rp739,1 triliun atau tumbuh 13,4 persen (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,6 persen (yoy). Di sisi lain, giro rupiah masyarakat tumbuh 19,3 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 15,5 persen (yoy).
Meskipun demikian, dana float (saldo) uang elektronik yang diterbitkan bank tumbuh 9,8 persen (yoy) atau lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 31,4 persen (yoy). Dana float pada Juni 2021 tercatat Rp2,9 triliun dengan pangsa 0,15 persen terhadap M1.
Erwin melanjutkan, untuk uang kuasi tercatat sebesar Rp5.187,6 triliun dengan pangsa 72,9 persen terhadap M2, tumbuh meningkat dari 6,8 persen (yoy) pada Mei 2021 menjadi 9,6 persen (yoy). Peningkatan terjadi pada hampir seluruh instrumen uang kuasi, baik tabungan, simpanan berjangka rupiah, maupun giro valuta asing (valas).
"Simpanan berjangka valas menunjukkan kontraksi yang lebih dalam. Sementara itu, surat berharga selain saham masih menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar minus 21,5 persen (yoy), meskipun tidak sedalam bulan sebelumnya yang negatif 25,6 persen (yoy). Hal tersebut seiring meningkatnya tagihan akseptasi korporasi non bank dalam rupiah dan valas," papar Erwin.
Berdasarkan faktor yang memengaruhi, perkembangan M2 pada Juni 2021 terutama dipengaruhi oleh peningkatan aktiva luar negeri bersih dan perbaikan penyaluran kredit. Faktor aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 11,5 persen (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada Mei 2021 sebesar 6,4 persen (yoy).
"Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan tagihan sistem moneter kepada bukan penduduk, terutama berupa kepemilikan surat berharga," paparnya.
Sementara itu, penyaluran kredit mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,4 persen (yoy), berbalik arah dibandingkan kontraksi di Mei 2021 sebesar minus 1,3 persen (yoy) sejalan dengan perbaikan penyaluran kredit produktif maupun konsumtif.
Di sisi lain, tagihan bersih kepada pemerintah pusat tercatat melambat dari 61,4 persen (yoy) menjadi 33,9 persen (yoy). "Perlambatan tersebut disebabkan oleh perlambatan tagihan pemerintah berupa obligasi negara yang disertai dengan peningkatan kewajiban sistem moneter kepada pemerintah berupa simpanan dalam rupiah maupun valas," pungkas Erwin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News