Hal inilah yang disadari betul oleh salah satu perusahaan reasuransi nasional, Indonesia Re, untuk mengantisipasi potensi lonjakan klaim reasuransi umum maupun jiwa akibat bencana alam ataupun kecelakaan transportasi.
Portfolio Management & Claim Division Head Indonesia Re Gadis Purwanti mengatakan pihaknya melakukan mitigasi risiko atas klaim kebencanaan dengan memastikan proteksi retrosesi yang memadai. Bahkan, perusahaan pelat merah ini memiliki proteksi retrosesi hingga USD440 juta.
Proteksi ini secara permodelan bencana gempa bumi sudah memenuhi bahkan melampaui regulasi POJK Nomor 14 tahun 2015, dengan return periode mencapai satu dalam 320 tahun.
"Proteksi retrosesi yang dimiliki Indonesia Re juga melalui perhitungan aktuaris dan permodelan yang sesuai agar Indonesia Re tetap mampu menjalankan kewajibannya secara finansial kepada ceding tanpa mengganggu kesehatan keuangan perusahaan," ujar Gadis, dilansir dari Antara, Kamis, 11 Maret 2021.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatatkan ada sebanyak 3.253 bencana telah terjadi di Indonesia dalam setahun terakhir, periode Februari 2020 hingga Februari 2021. Adapun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan intensitas curah hujan tinggi akan berlangsung setidaknya hingga Mei 2021.
Oleh karena itu, Gadis menjelaskan pihaknya juga telah berkoordinasi dengan institusi kebencanaan dan keselamatan transportasi untuk bersama-sama menganalisa hal tersebut. Pasalnya, perusahaan menemukan adanya indikasi musim hujan yang berkepanjangan yang mungkin terjadi di April dan Mei 2021.
"Setiap tahun, Indonesia Re sudah membuat kajian banjir untuk wilayah Jabodetabek dan Indonesia, kajian ini kami perlukan untuk melihat sebaran risiko banjir di Indonesia dan menjadi bagian dari kebijakan Underwriting," ungkap Gadis.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menyatakan perusahaan asuransi perlu meninjau kembali kecukupan pencadangan teknis saat menghadapi kewajiban terhadap sejumlah risiko akibat bencana alam.
"Sehingga kondisi kesehatan keuangan perusahaan tetap solvent meskipun menghadapi liabilitas risiko bencana," tutup Dody.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News