"Untuk APBN 2021 berdasarkan perpanjangan kesepakatan bersama, kami telah membeli di pasar perdana jumlahnya Rp35,7 triliun per 4 Februari," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR secara virtual dikutip Rabu, 10 Februari 2021.
Perry menjelaskan bahwa pembelian surat utang pemerintah ini sesuai dengan mekanisme Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada 16 April 2020 yang telah diperpanjang untuk periode 11 Desember 2020 hingga 31 Desember 2021. Skema pembagian beban (burden sharing) ini dalam rangka pendanaan APBN untuk pemulihan ekonomi nasional.
"Dalam kesepakatan bersama ini, BI tetap dapat membeli SBN dari pasar perdana baik melalui mekanisme non competitive bidder, green shoe option, maupun private placement. Itu sudah diperpanjang sampai dengan 31 Desember 2021," paparnya.
Adapun pada 2020, Bank Indonesia telah melakukan pembelian SBN untuk program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp473,42 triliun. Terdiri dari Rp75,9 triliun dan Rp397,6 triliun sesuai Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia masing-masing pada 16 April 2020 dan 7 Juli 2020.
Selain itu, bank sentral juga telah merealisasikan pembagian beban dengan pemerintah atas penerbitan SBN untuk pendanaan Non Public Goods-UMKM sebesar Rp114,81 triliun dengan 60 persen dibebankan kepada Bank Indonesia dan 40 persen sisanya ditanggung oleh pemerintah.
Kemudian, untuk Non Public Goods-Korporasi pada tahun 2020 telah direalisasikan sebesar Rp62,22 triliun sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 7 Juli 2020. Namun demikian, SKB 7 Juli 2020 ini tidak diperpanjang dan hanya berlaku pada 2020.
"Kesepakatan Bersama 7 Juli 2020 atau SKB Nomor II, yaitu yang mengenai pembelian langsung SBN ini hanya berlaku untuk APBN 2020 saja sebagaimana juga keputusan Komisi XI pada tanggal 6 Juli 2020," urai Perry.
Ia menekankan bahwa langkah-langkah ini merupakan upaya koordinasi bersama antara kebijakan fiskal dan moneter. Koordinasi yang erat ini tidak hanya masalah kebijakannya.
"Tapi juga untuk bisa mempercepat stimulus fiskalnya agar bisa mendorong demand sektor riil, dan di mana pembiayaannya Bank Indonesia juga ikut berpartisipasi," tutup Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News