Tapera syariah adalah model bisnis BP Tapera berbasis syariah, yakni penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir dengan berpedoman pada aturan syariah.
Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana BP Tapera Eko Ariantoro mengungkapkan, BP Tapera menawarkan kemudahan dan kebebasan dalam menentukan pembiayaan perumahan bagi masyarakat. Saat ini sudah ada 20 persen dari 4,1 juta peserta yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memilih menggunakan pembiayaan secara syariah.
"Berdasarkan data yang masuk 20 persen sudah memilih prinsip syariah. Artinya, nanti ketika semua data masuk, sekitar empat juta akan ada tambahan 800 ribu rekening atau peserta yang memilih syariah," kata dalam webinar 'Tantangan Pengelolaan Dana Syariah oleh Lembaga Negara: Mengintip Kesiapan Tapera dalam Pengelolaan Dana dan Layanan Syariah,', Jumat, 12 November 2021.
Tantangan tapera syariah
BP Tapera menargetkan bisa memiliki enam juta peserta pada 2024. Jika 20 persen memilih pembiayaan syariah, Eko memperkirakan, akan ada sebanyak 1,2 juta peserta yang semakin terbiasa dengan ekosistem keuangan syariah. Ia menilai, penambahan peserta ini akan berdampak baik kepada perbankan maupun pasar modal syariah."Kami juga mengelola dana yang diamanatkan peserta sesuai dengan prinsip yang dipilih. Kalau diawal memilih syariah, akadnya pun akan kami bedakan dengan berbasis prinsip syariah. Pengelolaannya pun bukan berbasis investasi, tetapi berbasis syariah," ujar dia.
Direktur Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fadilah Kartikasari mengatakan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi agar pengelolaan tapera syariah bisa sejalan dengan pengelolaan tapera konvensional. Pertama, kesiapan infrastruktur di organisasi BP Tapera sendiri seperi unit syariah khusus atau skema pemupukan dana syariah.
"Kedua, adalah adanya risiko investasi. Jadi memang karena ini investasi, jadi diperlukan diversifikasi instrumen investasi untuk me-minimize risiko tersebut. Dan ini jadi suatu hal yang wajar tentu saja," ungkapnya.
Ia menyebut, saat ini ragam produk investasi berbasis syariah di Indonesia masih terbatas, sehingga ke depannya perlu dilakukan pengembangan. Menurutnya, produk investasi berbasis syariah biasanya akan diarahkan ke reksa dana syariah terlebih dahulu, sebelum ke produk investasi yang lain untuk menjaga kepercayaan dari peserta.
Potensi pembiayaan infrastruktur syariah
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menyambut baik upaya BP Tapera yang menyediakan layanan syariah. Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah KNEKS Putu Rahwidhiyasa mengatakan, potensi pembiayaan infrastruktur secara syariah salah satunya melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Syariah.Putu menjelaskan, saat ini pembangunan RSUD Zainoel Abidin di Aceh merupakan proyek KPBU syariah pertama (pilot project). Jika proyek ini berhasil, ia menilai akan ada banyak proyek infrastruktur yang bisa dibiayai melalui skema tersebut. Bahkan potensi proyek KPBU ini bisa mencapai Rp278,35 triliun.
"KPBU Syariah ini mulai berkembang untuk pembangunan infrastruktur misalnya. Kalau ini (pilot project) sudah mulai berjalan, akan banyak program atau proyek infrastruktur yang dibiayai menggunakan pendekatan KPBU Syariah," kata Putu.
Ia menjelaskan, skema KPBU mengutamakan transparansi dan pembagian risiko yang adil antara pihak pemerintah dan badan usaha sesuai dengan kapasitas masing-masing. Dengan demikian, secara umum skema ini telah sejalan dengan prinsip-prinsip syariah, sehingga diharapkan bisa memberikan nilai tambah.
"Pemanfaatan keunikan skema keuangan syariah untuk proyek KPBU juga diharapkan dapat menawarkan poin plus. Selain itu, skema ini juga memperluas basis investor yang memiliki preferensi investasi syariah berkualitas, serta kelas aset baru dari ethically/socially responsible investment," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News