Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa fokus kebijakannya saat ini adalah pada perlindungan konsumen. Hal tersebut dilakukan guna mengamankan digital layanan perbankan.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung mengakui pihaknya telah menerbitkan dua peraturan di sektor perbankan, yakni POJK Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum Baru dan POJK Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.
Diakuinya bahwa kedua peraturan itu belum memuat secara rinci tentang keamanan layanan bank digital. Namun, OJK sedang menyiapkan peraturan baru yang lebih ketat memuat pengawasan, sehingga diharapkan dapat mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan siber.
"Kami memang belum punya basis hukum terkait perlindungan data nasabah. Tapi kami sudah menaruh pilar-pilar untuk itu, karena perlindungan konsumen jadi perhatian di OJK," tegas Anung dalam keterangan resminya, Kamis, 23 September 2021.
Anung meminta masyarakat pengguna jasa layanan bank lebih cermat menilai setiap hal di dunia maya. Sebab tidak mudah tergiur ketika seseorang mengarahkan untuk menuju link tertentu tanpa mengecek lebih dahulu kesahihannya.
"Selain itu, nasabah tidak sembarangan memberikan akses rahasia berupa PIN, kata sandi, dan lainnya. Bank patut lebih aktif mengedukasi nasabahnya terkait literasi digital," papar dia.
Kepala Subdirektorat 3 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Dani Kustoni mengatakan, nasabah bukan satu-satunya tujuan edukasi digital. Aspek rentan lainnya adalah perangkat keras yang digunakan layanan digital tersebut, serta aplikasi untuk menjalankan layanan keuangan.
"Harapan kami, pertama, terkait perangkat harus di-update. Dua, aplikasi harus di-upgrade keamanannya secara berkala, dan rajin melakukan tes. Kemudian IT support untuk sertifikasi keamanan digital informasi," tutur Dani.
Selain mitigasi terhadap keamanan data dalam layanan perbankan, pakar hukum pidana Asep Iwan Irawan mengingatkan agar tidak melupakan sisi penegakan hukum. Sebab dia bilang bahwa selama ini pengawasan dan penegakan hukumnya lemah.
"Keamanan data digital juga harus menjadi tanggung jawab institusi keuangan penyedia layanan. Pasalnya, masyarakat menaruh kepercayaan kepada layanan bank karena telah diatur dalam undang-undang. Jika tanggung jawab itu tidak dapat dijaga, lama kelamaan kepercayaan masyarakat bisa luntur," sebut Asep.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Hukum Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Ary Zulfikar meminta masyarakat tidak khawatir untuk menyimpan uang di bank. LPS memastikan menjamin keamanan uang nasabah selama datanya tercatat dengan benar.
"Tugas LPS yakni memberi info bahwa dana nasabah aman. Maka, nasabah harus memahami agar jangan mengumbar data rahasia, PIN, dan password," ucap dia.
Ary menambahkan, nasabah wajib memantau rekeningnya. "Sehingga bisa tahu pergerakan uang dan menaruh curiga kalau melihat transaksi mencurigakan," pungkas dia.Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung mengakui pihaknya telah menerbitkan dua peraturan di sektor perbankan, yakni POJK Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum Baru dan POJK Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.
Diakuinya bahwa kedua peraturan itu belum memuat secara rinci tentang keamanan layanan bank digital. Namun, OJK sedang menyiapkan peraturan baru yang lebih ketat memuat pengawasan, sehingga diharapkan dapat mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan siber.
"Kami memang belum punya basis hukum terkait perlindungan data nasabah. Tapi kami sudah menaruh pilar-pilar untuk itu, karena perlindungan konsumen jadi perhatian di OJK," tegas Anung dalam keterangan resminya, Kamis, 23 September 2021.
Anung meminta masyarakat pengguna jasa layanan bank lebih cermat menilai setiap hal di dunia maya. Sebab tidak mudah tergiur ketika seseorang mengarahkan untuk menuju link tertentu tanpa mengecek lebih dahulu kesahihannya.
"Selain itu, nasabah tidak sembarangan memberikan akses rahasia berupa PIN, kata sandi, dan lainnya. Bank patut lebih aktif mengedukasi nasabahnya terkait literasi digital," papar dia.
Kepala Subdirektorat 3 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Dani Kustoni mengatakan, nasabah bukan satu-satunya tujuan edukasi digital. Aspek rentan lainnya adalah perangkat keras yang digunakan layanan digital tersebut, serta aplikasi untuk menjalankan layanan keuangan.
"Harapan kami, pertama, terkait perangkat harus di-update. Dua, aplikasi harus di-upgrade keamanannya secara berkala, dan rajin melakukan tes. Kemudian IT support untuk sertifikasi keamanan digital informasi," tutur Dani.
Selain mitigasi terhadap keamanan data dalam layanan perbankan, pakar hukum pidana Asep Iwan Irawan mengingatkan agar tidak melupakan sisi penegakan hukum. Sebab dia bilang bahwa selama ini pengawasan dan penegakan hukumnya lemah.
"Keamanan data digital juga harus menjadi tanggung jawab institusi keuangan penyedia layanan. Pasalnya, masyarakat menaruh kepercayaan kepada layanan bank karena telah diatur dalam undang-undang. Jika tanggung jawab itu tidak dapat dijaga, lama kelamaan kepercayaan masyarakat bisa luntur," sebut Asep.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Hukum Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Ary Zulfikar meminta masyarakat tidak khawatir untuk menyimpan uang di bank. LPS memastikan menjamin keamanan uang nasabah selama datanya tercatat dengan benar.
"Tugas LPS yakni memberi info bahwa dana nasabah aman. Maka, nasabah harus memahami agar jangan mengumbar data rahasia, PIN, dan password," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News