Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta Hamid Ponco Wibowo mengakui pihaknya tak punya target khusus dalam penerapan QRIS kepada para merchant. Bank sentral justru fokus terhadap sosialisasi penggunaan sistem pembayaran QRIS demi mendongkrak peningkatan inklusi dan kompetensi ekonomi digital Indonesia.
"Kita terus melakukan pendekatan kepada merchant dan menyosialisasikan bahwa menggunakan QRIS lebih banyak untungnya. Ini bisa mengurangi transaksi tunai, mengurangi pengembalian uang pecahan kecil, dan bisa mengurangi transaksi uang palsu," ujar Hamid dalam Media Briefing Pekan QRIS Nasional 2020 di MBloc Space, Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 10 Maret 2020.
Sementara, saat ini jumlah Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) yang telah mengimplementasikan QRIS ada sebanyak 27 penyedia. Implementasi PJSP QRIS menguntungkan pengguna dan merchant lantaran memudahkan sistem transaksi, sebab satu PJSP bisa digunakan pada semua penyedia yang mengimplementasikan QRIS.
Hamid mengaku butuh waktu dalam menerapkan QRIS kepada seluruh pelaku UMKM. Namun ia mengharapkan banyak kerja sama yang terjadi antara merchant dan penyedia dompet digital agar dapat meningkatkan size volume transaksi penjualan.
"Secara nominal kita belum hitung persis. Tapi paling tidak kemudahan yang kita tawarkan dari merchant karena makin banyak pilihan untuk membayar dengan QRIS, maka makin banyak lagi," ungkap dia.
Adapun biaya merchant discount rate (MDR) untuk transaksi berbasis QRIS ditetapkan sebesar 0,7 persen. Tarif itu dibebankan kepada penjual atau merchant pada setiap transaksi satu jaringan alat pembayaran (on-us) maupun multijaringan (off-us) untuk pembayaran reguler.
"Tarif MDR itu sudah kita standardisasi, porsinya kecil hanya 0,7 persen. Kalau transaksinya Rp100 ribu, berarti (biaya MDR) untuk si merchant hanya Rp700. Kalau konsumen enggak ada beban," pungkas Hamid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News