Transisi ke ekonomi yang berorientasi pada pembiayaan berkelanjutan memiliki tujuan yang jelas, yakni menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif dan seimbang sekaligus menjaga lingkungan, mendukung kesejahteraan sosial, dan mempromosikan tata kelola yang baik.
Dalam konteks Indonesia, negara dengan kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah, pembiayaan berkelanjutan memegang peran penting dalam memenuhi tantangan dan peluang yang dihadapi.
Pembiayaan berkelanjutan adalah
Pembiayaan berkelanjutan atau sustainable finance adalah pendekatan keuangan yang memadukan pertumbuhan ekonomi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dalam konteks ini, Peneliti Ekonomi Lingkungan dan Pendiri Think Policy Andhyta Firselly Utami, menggarisbawahi pentingnya memasukkan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan keuangan.
"Pembiayaan berkelanjutan adalah tentang memahami ekonomi, sosial, dan lingkungan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan," jelas Andhyta, Selasa, 7 November 2023.
Pembiayaan berkelanjutan adalah fasilitas untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan. Merupakan fasilitas pembiayaan untuk proyek-proyek yang secara aktif berkontribusi dalam mengantisipasi perubahan iklim dan memerangi masalah lingkungan melalui pengelolaan masalah lingkungan, peningkatan kualitas lingkungan, pengurangan ancaman pemanasan global, dan mendukung pembangunan rendah karbon.
Transisi nir-emisi (atau transmisi menuju nol karbon), pada saat yang sama, adalah komitmen global yang diikuti oleh Indonesia dalam mengurangi emisi karbon hingga mencapai net zero emisi karbon pada 2050. Ini berarti Indonesia berusaha untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan, dan jika ada emisi yang tersisa, akan dikompensasi melalui upaya seperti penanaman hutan atau teknologi karbon negatif.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) POJK Keuangan Berkelanjutan, terdapat tiga prioritas implementasi Keuangan Berkelanjutan, yang salah satunya adalah terkait dengan peningkatan portofolio pembiayaan keuangan berkelanjutan.
Dalam pedoman teknis POJK tersebut dinyatakan bank-bank dapat menentukan kriteria kegiatan usaha berkelanjutan, yaitu berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Efisiensi dan efektivitas. Mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
- Mitigasi. Mencegah/membatasi/mengurangi/memperbaiki kerusakan lingkungan hidup, peningkatan polusi, limbah, kerusakan ekosistem, dan ketidakadilan/kesenjangan sosial, termasuk pencegahan dan penanganan polusi/limbah, tidak memicu dan berdampak pada konflik sosial, berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, perlindungan lingkungan hidup dan proses produksi rendah karbon.
- Adaptasi. Memberikan solusi bagi masyarakat yang menghadapi dampak perubahan iklim.
Baca juga: Bank Harus Ikut Dorong Ekonomi Berkelanjutan |
Peran perbankan dalam pembiayaan berkelanjutan
Menurut dia, dalam upaya mencapai pembiayaan berkelanjutan, perbankan memegang peran sentral. Perbankan tidak hanya sebagai penyedia dana, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam mendorong praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
"Perbankan memiliki peran dalam mendukung proyek-proyek yang berfokus pada energi terbarukan, efisiensi energi, dan tata kelola perusahaan yang baik. Peran perbankan dalam pembiayaan berkelanjutan adalah menciptakan perubahan positif yang bersifat menyeluruh dalam ekonomi," kata dia.
Saat ini, Indonesia sedang bergerak menuju pembiayaan berkelanjutan dengan berbagai inisiatif dari pemerintah dan perusahaan swasta. Beberapa bank telah mengadopsi praktik keuangan berkelanjutan, termasuk penerbitan green bonds untuk mendukung proyek-proyek berkelanjutan. Namun, terdapat tantangan dalam mengintegrasikan pembiayaan berkelanjutan dalam skala yang lebih besar.
Salah satu contohnya, yaitu PT Bank HSBC Indonesia (HSBC Indonesia) yang telah beroperasi di Indonesia sejak 1984. Saat ini, HSBC telah melayani nasabah melalui lebih dari 80 cabang yang tersebar di 28 kota di Indonesia. HSBC percaya integrasi antara lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG) dalam proses pembuatan keputusan finansial membuka peluang positif untuk mendorong perubahan dunia ke arah lebih baik. Perusahaan memiliki visi untuk mencapai Net Zero Emission pada praktik operasional dan rantai pasokannya di 2030 dan pada portofolionya di 2050.
Salah satu tantangan utama adalah perluasan praktik keuangan berkelanjutan di luar proyek-proyek besar dan berdampak langsung, seperti energi terbarukan. Meningkatkan inklusi keuangan berkelanjutan adalah salah satu tantangan yang masih dihadapi, terutama di daerah-daerah pedesaan.
Kepedulian terhadap perubahan iklim
Perubahan iklim adalah faktor utama yang mendasari inisiatif keuangan berkelanjutan dan transisi nir-emisi. Dalam laporan World Bank "Turn Down the Heat: Confronting the New Climate Normal," dinyatakan perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan suhu rata-rata global, yang berdampak pada pola cuaca yang ekstrem, kenaikan tingkat laut, dan berbagai ancaman bagi masyarakat dan lingkungan.
Dengan demikian, semua pihak harus bekerja sama untuk minimalisir kenaikan suhu global pada 2040 nanti hingga maksimal di bawah 1,5 persen atau lebih rendah lagi. Jika kerja sama ini gagal kita semua terancam merasakan dampak emisi gas rumah kaca yang lebih besar, yang berarti kekeringan yang lebih parah, kenaikan permukaan air laut, dan meningkatnya risiko terhadap ketahanan pangan dan air, hingga mata pencaharian. Tanpa tindakan bersama, planet ini akan terus memanas dan peristiwa cuaca ekstrem yang saat ini "kadang-kadang" terjadi dapat menjadi iklim normal yang baru.
Pemahaman perubahan iklim dalam pembiayaan berkelanjutan mendorong terciptanya urgensi dalam berinvestasi dalam proyek-proyek yang dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan mempersiapkan Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan terkait perubahan iklim.
Kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting dalam mencapai tujuan pembiayaan berkelanjutan dan transisi nir-emisi, dengan tanggung jawab masing-masing yang proporsional. Inovasi juga menjadi kunci dalam memecahkan masalah-masalah yang kompleks dalam pembiayaan berkelanjutan.
"Pembiayaan berkelanjutan membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau perusahaan, tetapi tanggung jawab bersama kita. Dalam konsep keuangan atau pembiayaan berkelanjutan, konsep kolaborasi ini terus didengungkan oleh semua pihak," ujar Andhyta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News