"Indonesia memulai ekonomi syariah tahun 1991 dengan berdirinya bank syariah pertama, Bank Mualamat. Sementara Malaysia mulai sejak 1963. Namun Alhamdulillah jasa keuangan syariah terus tumbuh, bahkan di tengah pandemi," kata Erick dalam webinar Era Baru Pembiayaan Syariah di Indonesia, Rabu, 17 Maret 2021.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini mengatakan, pertumbuhan pesat di tengah pandemi dibuktikan dari berbagai aspek. Pada 2020, aset perbankan syariah meningkat sebesar 10,9 persen, di atas pertumbuhan aset perbankan konvensional yang sebesar 7,7 persen.
Kemudian dana pihak ketiga (DPK) meningkat 11,56 persen, unggul tipis dari pertumbuhan DPK perbankan konvensional yang sebesar 11,49 persen.
Dari sisi pembiayaan, perbankan syariah mencatat pertumbuhan sebesar 9,42 persen, jauh di atas perbankan konvensional yang hanya 0,55 persen. Selain itu, dari sisi market share pasar modal telah mencapai 17,39 persen.
Demikian juga dengan perkembangan jumlah koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah yang telah mencapai 4115 unit dan koperasi jasa keuangan sebanyak 75 unit yang membantu dan membina Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia.
Erick mengatakan dengan kehadiran Bank Syariah Indonesia (BSI) hasil merger antara Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah yang diresmikan pada Februari lalu diharapkan akan makin meningkatkan potensi sektor jasa keuangan syariah Indonesia.
Lebih lanjut, Erick menambahkan, hasil penggabungan tiga perbankan syariah anak usaha BUMN ini membuat Bank Syariah Indonesia memiliki aset lebih Rp240 triliun dan ditargetkan masuk ke dalam 10 besar jajaran bank syariah terbesar di dunia.
"Ini dimaksudkan agar kita memiliki bank syariah yang kuat, profesional dan bisa memenuhi kebutuhan industri halal di Indonesia dan tentunya akan meningkatkan kapasitas lembaga keuangan syariah," jelas Erick.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News