Keputusan itu memungkinkan banyak perusahaan teknologi termasuk Google dan Broadcom untuk menjual barang kepada raksasa telekomunikasi Tiongkok, Huawei. Sebelumnya Administrasi AS memasukkan Huawei ke daftar hitam pada Mei di puncak perang dagang dan secara efektif menghentikan kemampuannya untuk membeli cip buatan AS.
Mengutip CNBC, Sabtu, 27 Juli 2019, di pihak Tiongkok, Presiden Xi Jinping menepati janjinya yang dibuat pada KTT G20 untuk terus membeli produk pertanian AS. Perusahaan-perusahaan Tiongkok telah menghubungi eksportir AS untuk menanyakan tentang harga, dan mereka juga mengajukan aplikasi menghapus tarif pada barang-barang pertanian.
Kantor Berita Tiongkok, Xinhua menyebut langkah yang dilakukan Pemerintahan Xi Jinping sebagai tindakan konstruktif, yang menunjukkan ketulusan kerja sama dengan AS. Adapun niat baik ini datang karena kedua negara kemungkinan bakal mengadakan pertemuan secara langsung setelah percakapan telepon mereka pekan lalu.
Namun, rintangan masih bertahan di berbagai bidang. Banyak anggota parlemen sangat menentang bantuan untuk Huawei, melihatnya sebagai ancaman utama bagi keamanan nasional. Kekhawatiran itu meningkat setelah The Washington Post melaporkan Huawei bekerja dengan Pemerintah Korea Utara untuk membangun dan memelihara jaringan nirkabel komersial.
Sedangkan Huawei mengatakan kepada Washington Post bahwa mereka tidak memiliki hubungan bisnis di Korea Utara. "Huawei adalah ancaman keamanan nasional. Itu lah intinya. Kita harus memikirkannya seperti itu. Sekarang kami mendengar laporan bahwa mereka melanggar undang-undang Amerika," kata Senator Rick Scott, R-Fla.
"Dan mereka melakukan bisnis dengan Korea Utara. Kami harus memahami bahwa sebelum kami menempuh jalan yang memungkinkan perusahaan untuk melakukan bisnis dengan Huawei. Saya pikir ada banyak dukungan di Kongres bahwa kami tidak melakukan bisnis dengan Huawei," tukasnya.
Sementara itu, Tiongkok diprediksi tidak akan menggunakan kepemilikan surat utang sebagai senjata melawan Amerika Serikat. Beijing diyakini memiliki senjata lain dalam pertempuran dagangnya dengan Washington. Tidak ditampik, perkembangan negosiasi dagang di antara kedua negara belum terlihat signifikan.
"Tiongkok memiliki senjata lain dalam pertempuran dagangnya dengan Amerika Serikat dan menjual kepemilikannya di AS tidak akan menjadi salah satunya," kata rekan senior di lembaga think tank Lowy Institute Richard McGregor.
Ketika ketegangan perdagangan antara kedua negara meningkat pada Maret, Beijing mengurangi kepemilikan surat utangnya di AS pada laju tercepat dalam sekitar dua tahun. Langkah ini memicu kekhawatiran bahwa Tiongkok, pemilik asing terbesar surat utang Pemerintah AS, dapat menggunakan apa yang disebut 'opsi nuklir'.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News