Selama kampanye pemilu, Donald Trump memicu kekhawatiran di antara banyak dari mitra dagang AS dengan berjanji untuk menegosiasikan kembali kesepakatan perdagangan seperti Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dan memberlakukan tarif impor dari negara-negara seperti Tiongkok.
"Menghidupkan pembicaraan kampanye dalam kebijakan yang sebenarnya bisa memupus harapan bahwa Asia-Pasifik akhirnya akan memiliki banyak kesepakatan perdagangan bebas," kata sebuah komentar di kantor berita Xinhua dikutip dari Reuters, Minggu (20/11/2016).
Bahkan kantor berita itu menyoroti dampak negatif dari janji Trump, jika benar direalisasikan.
"Lebih buruk lagi, itu bisa menyeret negaranya dan dunia yang ke dalam kesulitan ekonomi yang lebih dalam," tambah badan, yang merupakan barometer pemikiran pemerintah Tiongkok itu.
Xinhua juga mengatakan bahwa pengecualian Tiongkok dari Trans-Pacific Partnership (TPP) perjanjian perdagangan bebas, bukan tentang meningkatkan perdagangan dan sebaliknya adalah strategi Presiden AS Barack Obama untuk memastikan Washington sebagai pemegang aturan tertinggi di kawasan ini.
Obama, Presiden Tongkok Xi Jinping dan para pemimpin lainnya Lingkar Pasifik bertemu di forum Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) tahunan di Peru akhir pekan ini.
Meskipun Obama memperjuangkan TPP sebagai cara untuk melawan kebangkitan Tiongkok, pemerintahannya kini telah berhenti berusaha untuk memenangkan persetujuan kongres untuk kesepakatan yang ditandatangani oleh 12 negara di Amerika dan Asia-Pasifik, dengan mengesampingkan Tiongkok. Tanpa persetujuan AS, perjanjian tidak dapat menuai hasil yang maksimal.
Xi melawan usaha pemerintah AS dengan menjual visi alternatif untuk perdagangan regional dengan mempromosikan Beijing dengan dukungan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), yang tak melibatkan AS.
Media pemerintah Tiongkok telah memperingatkan Trump terhadap isolasionisme dan intervensi, mendorong AS untuk secara aktif bekerja sama dengan Tiongkok untuk mempertahankan status quo internasional.
"Miliarder yang berubah menjadi politisi itu (Trump) perlu membuktikan bahwa menjatuhkan perekonomian global tak menjadi salah satu alasan mengapa ia mencalonkan diri sebagai presiden AS," ujar Xinhua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News