Perunding AS dan Tiongkok mengakhiri putaran pembicaraan perdagangan minggu ini tanpa kesepakatan dan berencana untuk melanjutkan pembicaraan pada September. Sedangkan Trump, telah berulang kali menuduh Beijing menyeret kakinya dalam negosiasi. Karenanya ia memutuskan pada Kamis menaikkan tarif mengejutkan untuk barang-barang Tiongkok.
Meski demikian, itu mungkin tidak cukup untuk memacu tindakan dari Beijing. Di konteks ini, Tiongkok dinilai memiliki ketahanan lebih besar dibandingkan dengan AS. "Dalam hal kerangka waktu, saya berpendapat Tiongkok memiliki toleransi rasa sakit yang lebih besar," kata Eric Robertsen, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu, 3 Agustus 2019.
Robertsen, yang juga kepala global pertukaran valuta asing, penelitian kurs dan kredit, menilai Tiongkok sepertinya menunggu hari pemilihan Presiden Amerika Serikat. Sedangkan prioritas nomor satu Trump yakni terpilih kembali menjadi Presiden AS di tahun mendatang.
"Tiongkok sangat jelas sedang mencoba untuk menunggu siklus pemilu AS dengan harapan bahwa mungkin mendapatkan orang yang berbeda di Gedung Putih (sebagai Presiden AS)," kata Robertsen.
Pada Kamis waktu setempat, Trump memberlakukan tarif 10 persen untuk barang-barang Tiongkok senilai USD300 miliar dan efektif 1 September. Pada Mei, AS sudah menaikkan tarif dari 10 persen menjadi 25 persen pada USD200 miliar impor Tiongkok. Sedangkan Trump menuduh Presiden Tiongkok Xi Jinping tidak bergerak cukup cepat dalam membuat kesepakatan.
"Sementara itu, Beijing kemungkinan akan menggunakan stimulus fiskal daripada moneter untuk menopang perekonomian domestiknya," kata Robertsen.
Khususnya, lanjutnya, bank sentral Tiongkok tidak menurunkan suku bunga segera setelah pemotongan suku bunga acuan terbaru dari Federal Reserve AS di minggu ini. Robertsen menjelaskan langkah itu menunjukkan Tiongkok mungkin menginginkan mata uangnya stabil untuk menarik modal ke pasar keuangannya.
Sebelumnya, ancaman Trump untuk mengenakan tarif 10 persen pada sisa impor barang-barang Tiongkok senilai USD300 miliar mulai 1 September akan merugikan pembelian konsumen. Pasalnya, tarif itu bakal menaikkan harga dan membatasi perekrutan pekerja. Trump pada Kamis 1 Agustus bergerak untuk memberlakukan tarif baru.
Hal itu setelah negosiator AS dan Tiongkok gagal memulai pembicaraan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia. Federasi Ritel Nasional (NRF), yang termasuk Walmart Inc dan Amazon.com Inc di antara anggotanya, menyebut keputusan untuk mengenakan tarif baru sebagai strategi cacat yang akan merugikan konsumen Amerika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News