Mengutip Antara, Rabu, 7 Agustus 2019, Rolls-Royce Holdings, sebuah perusahaan teknik yang berbasis di Inggris, menjadi pemain berkinerja terburuk di antara saham-saham unggulan dengan harga sahamnya anjlok 6,87 persen.
Diikuti oleh saham NMC Health, penyedia layanan kesehatan swasta, yang jatuh 6,00 persen, serta Centrica, perusahaan energi dan jasa multinasional Inggris, turun 2,67 persen.
Sementara itu, Royal Bank of Scotland Group, perusahaan jasa keuangan dan perbankan, meningkat 1,70 persen, menjadi peraih keuntungan terbesar di antara saham-saham unggulan.
Disusul oleh saham produsen sistem manajemen uap dan pompa peristaltik berbasis di Inggris, Spirax-Sarco Engineering, serta perusahaan distributor produk pipa dan pemanas multinasional Ferguson, yang masing-masing naik sebesar 1,29 persen dan 1,26 persen.
Di sisi lain, indeks Dow Jones Industrial Average naik 311,78 poin atau 1,21 persen menjadi 26.029,52 poin. Indeks S&P 500 naik 37,03 poin atau 1,30 persen menjadi 2.881,77 poin. Indeks Komposit Nasdaq bertambah 107,23 poin atau 1,39 persen menjadi 7.833,27 poin.
Intervensi Tiongkok semalam datang setelah Departemen Keuangan AS menyebut Beijing sebagai manipulator mata uang karena membiarkan yuan merosot ke level terendah lebih dari satu dekade pada Senin 5 Agustus.
"Ini adalah sinyal dari pihak Tiongkok bahwa mereka ingin menjaga yuan tetap stabil dan meningkat. Tetapi ini juga menunjukkan seberapa cepat hal-hal dapat berubah. Itu menyerap nada di pasar, dan itu salah satu alasan masih ada rasa gentar," kata Kepala Strategi Pasar Prudential Financial Quincy Krosby di Newark, New Jersey.
Langkah Tiongkok untuk memperbaiki yuan pada tingkat yang sedikit lebih kuat dan komentar penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow bahwa Presiden Donald Trump berencana untuk menjadi tuan rumah delegasi Tiongkok untuk pembicaraan pada September meredakan kekhawatiran eskalasi lebih lanjut dalam perang perdagangan.
Pasar valuta asing (valas) global beralih pada mode risk-off atau penghindaran risiko setelah ancaman AS memberlakukan tarif tambahan10 persen pada barang-barang Tiongkok senilai USD300 miliar mulai 1 September. Pelabelan AS terhadap Tiongkok sebagai manipulator mata uang pun telah memicu pertentangan luas di komunitas keuangan global.
Pernyataan bank sentral Tiongkok, People's Bank of China (PBOC) yang mengatakan Tiongkok tidak akan menggunakan mata uang sebagai alat untuk menangani sengketa perdagangan, telah menenangkan pasar valas global, mengurangi permintaan untuk mata uang safe-haven termasuk yen Jepang dan franc Swiss.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News